Rasa jenuh terkadang menghampiri setelah menjalani rutinitas keseharian. Salah satu cara untuk mengatasi kejenuhan adalah dengan mengunjungi tempat wisata. Destinasi yang cukup direkomendasikan untuk dikunjungi adalah Desa Wisata Cempaka di Desa Cempaka, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, yang berada di lereng Gunung Slamet.
Suara burung berkicauan menyambut pengunjung yang datang ke Desa Wisata Cempaka di Desa Cempaka, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Minggu (25/2/2024) lalu. Suhu dingin masih terasa cukup menusuk tulang ketika jarum jam menunjukkan pukul delapan di tempat yang dipenuhi pepohonan, terutama pohon bambu.
Pagi itu, Desa Wisata Cempaka sedang kedatangan tamu istimewa, yaitu tiga belas mahasiswa asing dan puluhan mahasiswa dalam negeri yang mengikuti kegiatan penutupan International Student Mobility (ISM) 2024 yang diadakan Universitas Pancasakti Tegal. Kegiatan penutupan ISM 2024 dipusatkan di Pasar Tradisional Slumpring.
Pasar Tradisional Slumpring merupakan andalan dari Desa Wisata Cempaka. Pasar tradisional ini terletak di Desa Cempaka yang merupakan desa di ujung kabupaten dan berada di dataran tinggi. Slumpring sendiri dijadikan sebagai nama pasar karena Pasar Tradisional Slumpring menempati sebuah kebun pohon bambu milik penduduk.
Pasar tradisional ini terbilang unik. Mengapa unik? Sebab buka hanya setiap hari Minggu dan menjajakan jajanan tempo dulu seperti gethuk, cetik, gaplek, tiwul, klepon, kraca, dan lainnya. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Cempaka Indah yang mengelola Desa Wisata Cempaka memiliki alasan tersendiri soal mengapa pasar hanya buka hari Minggu.
“Karena yang disuguhkan kuliner, untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan, maka hanya buka hari Minggu, jam tujuh pagi sampai jam satu siang,” kata Ketua Pokdarwis Cempaka Indah Abdul Khayyi.
Keunikan lain di pasar ini adalah cara transaksinya, yaitu menggunakan koin bambu. Tujuannya, untuk mempermudah kontrol dan menjadi ciri khas wisata kuliner tempo dulu. Perkoin harga tukarnya Rp2.500. Pasar ini juga menyajikan pertunjukkan musik untuk menghibur pengunjung, yang dibawakan Grup Musik Amoeba atau Alunan Musik Bambu.
Jajanan yang dijajakan juga dijamin halal dan higienis. Khayyi mengatakan, Pokdarwis Cempaka Indah telah bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk sertifikasi halal dan dengan Dinas Kesehatan untuk higienitas jajanan. “Ada sekitar 27 pedagang yang berjualan di Pasar Tradisional Slumpring,” ungkap mantan kepala Desa Cempaka itu.
Selain Pasar Tradisional Slumpring, Desa Wisata Cempaka memiliki wisata air di Tuk Pitu, yang menjadi tempat pertemuan dari Tuk Mudal, Tuk Nangka, Tuk Kebon, Tuk Kele, Tuk Putri, Tuk Kucung, dan Tuk Kedoya. Di pertemuan tujuh mata air ini, pengunjung bisa menikmati asyiknya menaiki kereta air dan merasakan sensasi berenang di mata air dari pegunungan.
Khayyi menyampaikan, Tuk Pitu ramai dikunjungi warga dari berbagai daerah, khususnya setiap Jumat Kliwon. Tuk ini menyimpan kisah dulunya merupakan tempat pertemuan tokoh masyarakat zaman Kerajaan Pajajaran. Dahulu, ada seni musik menggunakan alat bambu yang dibuat tetua Desa Cempaka, namun sekarang sudah punah karena tidak ada regenerasinya.
Suguhan lain di Desa Wisata Cempaka adalah panorama negeri di atas awan di Bukit Sibrongkol. Untuk menuju bukit yang berada di ketinggiaan 800 meter di atas permukaan laut itu, pengunjung bisa menitipkan kendaraan sepeda motor di rumah penduduk dan berjalan kaki sekitar dua puluh lima menit sampai di bukit. “Bukitnya tidak ekstrem,” imbuh Khayyi.
Bukit Sibrongkol juga dapat dinikmati untuk camping ground. Pengunjung bisa berkemah dan dari sana dapat melihat Gunung Slamet, Gunung Ciremai di Cirebon, Kota Slawi, serta Bumiayu Kabupaten Brebes. Pengunjung juga dapat menikmati indahnya suasana saat matahari terbit maupun tenggelam dari negeri atas awan.
Khayyi mengemukakan, Desa Wisata Cempaka mengusung konsep wisata konservasi dan pemberdayaan ekonomi. Bambu sebagai resapan air yang baik, karena di bawahnya terdapat mata air yang digunakan warga sebagai tempat bersih-bersih dan irigasi 200 hektare sawah dan mempekerjakan kurang lebih 70 orang, baik sebagai pedagang dan Pokdarwis atau pengelola.
Desa Wisata Cempaka mampu terus eksis karena masyarakat terlibat dan mendapatkan keuntungan langsung dari kegiatan wisata. Pengelola juga bertugas sesuai fungsi dan tugasnya, serta melakukan promosi terus menerus, termasuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Pokdarwis Cempaka Indah berharap sinergitas dengan para pihak tetap terjaga.
“Sehingga semakin banyak pengunjung dan mampu memberdayakan masyarakat serta mengentaskan kemiskinan,” harap Khayyi. (*)