12 Okt 2020

Menjaga Eksistensi Batik Tegalan

Warga belajar membatik di Griya Batik, Rabu (30/9)  

Ibu-ibu dari Kelurahan Debong Kidul, Kecamatan  Tegal Selatan, Kota Tegal, duduk berjarak di Griya Batik Cempaka Mulya, Jalan Teuku Cik Ditiro, Rabu (30/9/2020). 

Meski baru pertama kali, jemari mereka seperti sudah terlatih mengarahkan canting di atas kain putih. Dari Griya Batik tersebut, semangat menjaga eksistensi Batik Tegalan terlihat menggelora.

“Saya ingin Batik Tegalan tidak punah,” kata Nurjanah, 45, yang turut belajar membatik bersama warga kelurahannya yang lain. Nurjanah berujar, berbeda dengan memasak, membatik membutuhkan keterampilan khusus. Perempuan berhijab ini berkeinginan Kota Tegal tidak hanya terkenal dengan wartegnya, tetapi juga Batik Tegalan sebagai ikon daerah.

Tak hanya ibu-ibu, niat belajar membatik juga datang dari generasi milenial. Salah satunya, Siti Nurfalah, 23. Sebagai pemula, Nurfalah mengaku awalnya membatik susah. Namun, dia antusias dan ketertarikannya terhadap Batik Tegalan semakin bertambah. “Ada yang mengira batik hanya pantas dipakai orang tua, tetapi sebenarnya dari kalangan muda banyak peminatnya,” ungkap Nurfalah.

Kecamatan Tegal Selatan merupakan sentra Batik Tegalan yang dipunyai Kota Tegal. Menurut Perajin Batik Tegalan sekaligus Ketua Koperasi Cempaka Mulya Sri Rejeki, sejarah kecamatan tersebut menjadi sentra Batik Tegalan tidak dapat terpisahkan dengan Batik Tegalan yang ditekuni perajin dari Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal.

Hal ini mengingat Tegal Selatan pernah menjadi bagian wilayah Kecamatan Dukuhturi, sebelum kemudian menjadi daerah pengembangan Kota Tegal. “Sehingga, tidak ada pembedaan, cara membatiknya juga sama. Batik Tegalan sudah ada sejak zaman nenek buyut kami. Generasi muda harus ikut mempertahankan,” tutur Sri.

Membatik perlu kesabaran, ketelatenan, dan keuletan. Menyiapkan regenerasi pembatik, diakui Sri cukup susah. Namun Sri bersyukur karena tetap ada kalangan muda yang berminat membatik. Di samping itu, Koperasi Cempaka Mulya terus mengajak ibu-ibu yang masih keturunan pembatik untuk bersama-sama nguri-uri Batik Tegalan sebagai warisan nenek moyang. “Kami tetap harus ada penerusnya,” ucap Sri.

Batik Tegalan terdiri dari dua jenis, yakni cap dan tulis. Motifnya beragam mulai Beras Mawur, serta yang khas dan tidak dimiliki daerah lain seperti Gribigan, Cecek Ngawe, Kembang Pacar, dan Tumbar Bolong. Yang membedakan Batik Tegalan dengan batik Pekalongan, Solo, maupun Jogja, adalah warnanya yang lebih berani.

“Batik Tegalan berani bersaing, karena mempunyai kekhasan tersendiri,” jelas Sri. Koperasi Cempaka Mulya yang diketuai Sri membawahi sejumlah kelompok meliputi Canting Mas (Kelurahan Bandung), Sekar Ayu, Rizki Ayu, Beras Mawur (Kalinyamat Wetan), dan Karisma (Keturen). Kelurahan lain didorong agar membuat kelompok, sehingga selain melestarikan Batik Tegalan, keterampilan yang dimiliki dapat menambah perekonomian.

Sri mengemukakan, pandemi Covid-19 yang belum surut dampaknya sangat terasa bagi penjualan dan pemasaran Batik Tegalan. Ditambah izin hajatan yang dicabut sementara, akan mengurangi pesanan. Meski demikian, perajin tetap memproduksi Batik Tegalan, walupun setelah itu hanya disimpan. Tantangan lainnya adalah bahan baku yang harganya meningkat.

Ke depan, Sri berharap pemasaran Batik Tegal ditingkatkan, salah satunya dengan membuat showroom Batik Tegalan di Jakarta. Di samping itu, mendorong pelatihan difasilitasi untuk pemula agar regenerasi pembatik berjalan. “Setiap pameran di Jakarta, selalu ditanya, ada showroomnya? Untuk pelatihan pemula, harus ada,” terang Sri. 

*Artikel ini telah dimuat di Radar Tegal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar