Kalau Berani, Silakan Tuan Turunkan Bendera Itu Sendiri
Sampai awal September, bendera Jepang masih berkibaran di Kantor-Kantor Pemerintah. Begitupun di Bengkel Kereta Api dan Gedung SCS atau yang kini dikenal Gedung Birao. Bertepatan dengan perayaan Idul Fitri yakni 6 September 1945, seorang pemuda bernama Rakhmat memberanikan diri mengibarkan bendera Merah Putih di halaman Bengkel Kereta Api.
Aksinya membuat telinga Jepang memerah. Rahmat pun dipanggil atasannya untuk menurunkan Merah Putih. Rahmat menolak. Namun, tidak berkutik di bawah ancaman senjata. Dia akhirnya menurunkan Merah Putih di kantornya. Insiden ini menyulut kemarahan para pemuda dan membangkitkan semangat mengibarkan Merah Putih di seluruh Kota Tegal.
Empat hari kemudian, Merah Putih berkibar di pucuk Gedung Birao, menggunakan tiang sepanjang 13 meter dari pipa. Di tengah penaikan bendera ini, seorang kempeitai datang dan memerintahkan agar Merah Putih diturunkan. Para pemuda sepakat menolak, dan terjadi ketegangan. Kempeitai menodongkan pistol. Para pemuda balik menggertak.
“Kalau berani silakan Tuan Kempeitai turunkan bendera itu sendiri,” ancam pemuda yang dikomandoi Moh Yunus, seperti dituturkan Sisdiono berdasarkan cerita Achmad. Para pemuda sudah bertekad untuk menaikkan Merah Putih. Yang menghalangi akan dilawan. Akhirnya, Kempeitai itu pergi meninggalkan tempat dengan sepeda motornya.
Pengibaran Merah Putih terus berlanjut. Menjalar hingga ke Slawi, Jatibarang, dan Brebes. Masyarakat juga dilibatkan membuat Merah Putih untuk dikibarkan di tempat umum dan rumah masing-masing. Sang Saka dapat berkibar gagah sampai sekarang.
*Artikel ini telah dimuat di Radar Tegal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar