6 Sep 2020

Kisah Bendera Merah Putih Pertama Kali Berkibar di Tegal (1)

Tak Gentar di Bawah Ancaman Jepang 

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dikumandangkan Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta pada 17 Agustus 1945, tidak serta merta langsung didengar rakyat di daerah, mengingat sistem komunikasi yang terbatas kala itu. Di sisi lain, Jepang juga masih ingin bercokol di Nusantara. Inilah kisah perjuangan para pemuda mengibarkan Sang Saka Merah Putih pertama kali di Tegal.

Sembari mengamati berkas-berkas, Sisdiono menceritakan kisah perjuangan para pemuda untuk mengibarkan Merah Putih, berdasarkan kisah yang dituturkan sang ayah. Pria berusia 63 tahun tersebut merupakan putra dari veteran pejuang, Achmad. Achmad sempat menjabat Sekretaris Macab Legiun Veteran Republik Indonesia Kabupaten/Kota Madya Tegal. 

Achmad menuliskan kesaksiannya dalam buku Tegal Berjuang pada 1986, yang proses penyuntingannya dibantu Sisdiono. Karena jasa-jasanya, Achmad mendapatkan empat penghargaan dari Presiden, yaitu Bintang Gerilya, Bintang Sewindu, Satyalencana Perang Kemerdekaan, dan Piagam Veteran Utama. Achmad yang wafat 2005 dimakamkan TMP Pura Kusumanegara Kota Tegal.

Berdasarkan cerita ayahandanya itu, Sisdiono mengungkapkan, baru pada 18 Agustus 1945 berita Proklamasi Kemerdekaan santer dibicarakan. Pada keesokan harinya, di Tegal terlihat beberapa prajurit Peta dan Heiho pulang ke rumah masing-masing, karena kesatuanmya dibubarkan. “Itu pertanda keruntuhan kekuasaan Jepang,” kata Sisdiono menirukan cerita Achmad, Selasa (18/8). 

Melihat situasi tersebut, para pemuda yang dikomandoi Moh Jusup mendatangi Wali Kota R Soengeb Reksoatmodjo. Mereka mendesak wali kota mengumumkan Proklamasi, namun wali kota menolak karena belum ada perintah dari Gusainkabu di Jakarta. Hingga 26 Agustus 1945, bendera Jepang, Hinomaru, masih berkibaran di kantor-kantor pemerintahan Tegal.

Informasi Proklamasi Kemerdekaan semakin jelas. Jusup dan pemuda lainnya kembali mendatangi wali kota untuk meminta bendera. Di Balai Kota yang kini menjadi Gedung DPRD Kota Tegal, mereka mendapatkan bendera dari Darmo Prawiro. Dengan gagah berani, Jusup menuju Rumah Penjara untuk mengibarkan Merah Putih, menggantikan Hinomaru yang masih berkibar sangat menyolok.

Jusup dihadang dua opsir dengan wajah angker dengan sepucuk pistol Vikers di meja, agar mengurungkan niatnya. Suasana menjadi tegang. Di bawah ancaman, Jusup tetap mengibarkan Merah Putih di Rumah Penjara. Sukses mengibarkan bendera di Rumah Penjara, Jusup menaikkan Merah Putih di depan Kantor Polisi, setelah Hinomaru diturunkan.

Pemuda berbaris, bersikap tegak, menghormat Merah Putih yang sedang dinaikkan. “Upacara yang hikmat itu membuat beberapa pemuda menangis karena terharu dan baru melihat Sang Saka Merah Putih,” ungkap Sisdiono menggambarkan cerita sang ayah.

Selanjutnya, pemuda mendatangi Balai Kota untuk meminta bendera lagi. Setelah mendapatkan bendera, mereka mengibarkan Merah Putih di Menara Water Leideng, atau Menara Air PDAM yang terletak di Jalan Pancasila. Tanpa rasa takut, pemuda menaiki tangga Menara Water Leideng untuk mengibarkan Merah Putih di pucuk menara tertinggi di Tegal.

Keesokan harinya, pemuda M Yakub Mangunkusumo membuat kejutan. Dia dan lima orang lainnya mengacaukan jalannya upacara penaikan Hinomaru di depan Pelabuhan Tegal. Dengan gerak cepat, dia merebut Hinomaru dan memasukkan ke dalam baju, dan segera menaikkan Merah Putih. Yakub kemudian menghilang berhari-hari karena diburu Polisi Militer Jepang, Kempeitai.

Artikel ini telah dimuat di Radar Tegal

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar