27 Nov 2019

Mahasiswa 4.0

Mahasiswa dicatat sebagai kaum yang menentukan perjalanan bangsa. Pada 1908, sekumpulan mahasiswa Stovia membentuk Boedi Oetomo sebagai wadah perjuangan yang memiliki struktur pengorganisasian modern. Sesudah itu, pergerakan mahasiswa berkembang seiring dibentuknya Indische Vereeninging. 

Episode tersebut menandai munculnya angkatan pembaharu dalam sejarah Indonesia, dengan misi utama menumbuhkan kesadaran kebangsaan di kalangan rakyat untuk memperoleh kemerdekaan, berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme, dengan mendorong rakyat melalui pendidikan.  

Kelompok terpelajar semakin menunjukkan eksistensinya. Pada 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta, dipelopori Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Mahasiswa, intelektual, dan aktivis kala itu sepakat bersatu dalam bingkai Indonesia.  

Pergerakan mahasiswa yang menjadi rintisan pergerakan nasional akhirnya memanen buah perjuangannya. Pada 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, Revolusi belum selesai. Melompat ke 1998, mahasiswa mengambil peran membidani Reformasi dengan menumbangkan rezim otoriter Orde Baru.    

Tantangan Saat Ini  

Setelah Reformasi bergulir, tantangan terbesar yang saat ini dihadapi adalah Revolusi Industri 4.0. Era baru ini ditandai otomatisasi yang berpadu dengan internet. Ekonom Jerman Klaus Schwabn menyatakan Revolusi Industri 4.0 secara fundamental dapat mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu dengan yang lain.  

McKinsey Global Institute dalam laporan berjudul Jobs Lost, Job Gained: Workforce Transitions In A Time of Automation menyebut banyak pekerjaan berpotensi hilang menyusul adanya otomatisasi. Pada 2030, sekitar 75 juta hingga 375 juta pekerja diskenariokan harus beralih ke kategori pekerjaan lain. Skenario tersebut mesti disikapi secara serius oleh mahasiswa. 

Mahasiswa harus adaptif terhadap kemungkinan mesin menggantikan pekerjaan lulusan perguruan tinggi. Internet untuk segala, kecerdasan buatan, dan data raksasa adalah contoh narasi yang penting dijadikan bahan diskusi maupun seminar, karena Revolusi Industri 4.0 mencakup segala bidang.  

Pemahaman literasi baru agar mulai tertanam, karena menghadapi Revolusi Industri 4.0 tidak cukup dengan menguasai literasi lama, menulis dan membaca saja. Para pakar merumuskan literasi baru yang harus dikuasai mahasiswa berupa literasi data, literasi teknologi, dan literasi sumber daya manusia.  

Literasi data merupakan kemampuan untuk membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi. Sedangkan literasi teknologi yakni memahami tata cara kerja mesin dan aplikasi teknologi. Kedua literasi tersebut, perlu ditunjang dengan literasi sumber daya manusia agar dapat mencapai tujuannya, yaitu belajar sepanjang hayat.  

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir berpesan agar mahasiswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin selama kuliah di kampus, tidak hanya di bidang akademik, namun juga kreativitas dan inovasi, serta menggali dan mempelajari kompetensi lain dari berbagai sumber untuk meningkatkan keterampilan.  

Ciri-ciri mahasiswa Abad 21 adalah yang memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, memecahkan masalah, mengatasi perbedaan, dan menggagas ide-ide baru dengan teknologi sebagai alat bantu. Selain untuk menghadapi tantangan, keterampilan itu sekaligus menjadi modal memanfaatkan peluang yang dihadirkan Revolusi Industri 4.0. 

Tentu, romantisme gerakan mahasiswa akan selalu membekas. Mahasiswa tetap diharapkan menjadi agen perubahan yang memiliki sensitivitas terhadap permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Tanpa melepas khitah sebagai kaum tercerahkan, menjawab tantangan dan peluang Revolusi Industri 4.0 adalah tugas sejarah berikutnya bagi mahasiswa 4.0.  

Hidup mahasiswa! (*) 

*Artikel ini telah dimuat di Majalah Mata Kampus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar