Sosok Raden Ajeng (RA) Kardinah selama ini seperti tertindih oleh nama besar sang kakak, RA Kartini. Namun demikian, jasa Kardinah sesungguhnya tidak kalah besarnya dari jasa seorang Kartini, terutama untuk masyarakat di wilayah Tegal, sehingga namanya diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kota Tegal.
Setiap 21 April, bangsa ini memperingati Hari Kartini, sebagai bentuk penghargaan atas jasa Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia. Kartini dan Kardinah adalah putri dari Bupati Jepara Raden Mas (RM) AA Sosroningrat. Bersama saudaranya yang lain, Roekmini, ketiganya dikenal Tiga Serangkai atau Tiga Bersaudara.
Yono Daryono dalam bukunya yang berjudul Kardinah: Sebuah Biografi Pejuang Kemanusiaan (1881-1971) yang diterbitkan 2019 menguraikan, Kardinah pindah ke Tegal pada 16 Juni 1908 atau empat tahun setelah Kartini wafat. Kepindahan Kardinah seiring dengan penetapan suaminya RM Rekso Harjono atau yang belakangan dikenal Rekso Negoro, menjadi Bupati Tegal.
Meski mengerti bahwa saat itu penduduk Tegal masih terbelakang seperti wilayah-wilayah lainnya, Kardinah tetap gembira, dan tanpa ragu menuntun mereka menuju ke arah modernisasi. Setelah beberapa bulan menetap, Kardinah memulai tugasnya sebagai istri bupati dengan melakukan anjangsana ke masyarakat Jawa maupun Belanda.
Kartini semasa hidup meninggalkan lebih dari seratus surat, yang salah pesannya adalah “berilah pendidikan kepada bangsa Jawa”. Surat-surat Kartini dihimpun oleh sahabat penanya, Abendanon menjadi sebuah buku dengan judul Door Dusiternis tot Lich yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia Habis Gelap Terbitlah Terang, yang juga sampai ke tangan Kardinah.
Di sela kesibukannya sebagai istri bupati, Kardinah bersikeras membangun Sekolah Kepandaian Putri di Tegal dan aktif membantu sekolah-sekolah Kartini di Jawa. Dia pun ikut mengumpulkan dana dan menjaring siswa untuk masuk ke Sekolah Dokter Jawa atau populer disebut Stovia di Batavia yang sekarang merupakan Jakarta.
Kardinah sangat ingin mencerdaskan kaum perempuan agar bisa menguasai berbagai bidang kepandaian. Untuk bisa mendirikan Sekolah Kepandaian Putri, Kardinah mencari dana sendiri dengan menulis buku. Hasil penjualan buku yang terjual laris akhirnya bisa untuk biaya membangun Sekolah Kepandaian Putri untuk gadis pribumi yang diberi nama Wisma Pranowo.
Karya terbesar Kardinah adalah RSUD Kardinah di Jalan KS Tubun, yang awalnya bernama Kadinah Ziekenhuis. Seperti saat membangun Sekolah Kepandaian Putri, biaya pendirian RSUD Kardinah diperoleh dari hasil penjualan buku yang ditulis Kardinah, ditambah kompensasi Pemerintah Belanda, dengan jumlah uang total mencapai 16.000 Gulden.
Sejak kecil, Kardinah memang mempunyai cita-cita mendirikan rumah sakit umum, karena sering melihat ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan. Apabila dirinya sakit berbaring di tempat tidur dan selimut serta obatnya dari dokter. Sedangkan jika pelayan sakit, hanya di balai-balai, obatnya sekehendak sendiri, dan selimutnya dari kain.
Dari hasil penjualan bukunya, Kardinah juga masih bisa mendirikan rumah penampungan untuk orang-orang miskin. RSUD Kardinah kini terus berkembang dan menjadi rumah sakit rujukan. Atas jasa besarnya itu, pada 1969 Pemerintah Republik Indonesia memberikan penghargaan Lencana Kebaktian Sosial Republik Indonesia kepada Kardinah.
Yono mengatakan, sepeninggal Kartini, Kardinah mengerjakan apa yang dicita-citakan Kartini. “Kemurnian gagasan Kartini diterjemahkan Kardinah dengan bahasa nyata, yakni perbuatan. Saya berpendapat Kardinah layak diberi gelar sebagai Pahlawan Nasional,” kata Yono yang mulai tergugah meneliti Kardinah sejak 1976.
*Artikel ini telah dimuat di Radar Tegal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar