Dari kejauhan, kendaraan artileri Belanda terlihat memasuki Kota Tegal. Setelah menguasai wilayah Brebes, penjajah mencoba kembali menancapkan hegemoninya di Kota Bahari. Dengan mengerahkan sebelas tank dan dua truk militer berlapis baja lengkap bersama personelnya, mereka berupaya menggempur daerah pesisir Pantai Utara ini.
Sementara itu, di bawah komando Kapten Sudibyo, Letkol Sudiarto dan pasukannya telah bersiap-siap menghadang kompeni. Satu pleton pasukan disiapkan, terdiri dari 120 prajurit Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kemudian, terjadilah pertempuran itu. Pasukan Kapten Sudibyo memberikan perlawanan begitu hebat.
Perang terbuka pecah di palagan Tirus, yang areanya sebagian masih hutan dan semak belukar. Karena kalah jumlah dan persenjataan, kubu Kapten Sudibyo terdesak, dan sempat bersembunyi di Dukuh Trukan, yang sekarang berada dalam teritorial Kelurahan Kalinyamat Kulon, Kecamatan Margadana. Belanda yang kalap mengobrak-abrik perkampungan warga.
Rumah-rumah digeledah untuk mencari tempat persembunyian pejuang kemerdekaan. Selama dua hari, Kapten Sudibyo dan pasukannya bersembunyi dengan bantuan makanan dan minuman yang disuplai rakyat. Sebagai pimpinan batalyon, Kapten Sudibyo merasa bertanggungjawab terhadap pasukannya yang masih hidup maupun yang telah gugur.
Untuk memastikan keadaan, sang kapten keluar dari tempat persembunyiannya, tanpa pengawalan. Belanda yang menantikan momen tersebut akhirnya mendapatkan momentum. Dari jarak sekitar 100 meter, peluru dilepaskan dan tepat mengenai Kapten Sudibyo di area persawahan. Hari itu, tercatat 10 Oktober 1947.
Karena Kapten Sudibyo tertembak, Belanda senang dan melanjutkan perjalanan ke Jogjakarta untuk menaklukkan Ibu Kota Negara yang sudah berpindah. Namun demikian, perlawanan pasukan Kapten Sudibyo belum berakhir. Letkol Sudiarto sebagai suksesor memimpin pasukan menggempur tank kompeni yang tertinggal di belakang. Akibat serangan itu, 23 prajurit Belanda tewas.
Pasukan Letkol Sudiarto akhirnya menuju ke Jogjakarta untuk melakukan perlawanan bersama Jenderal Sudirman. Secara hirearki, pasukan Kapten Sudibyo adalah pasukan dari Jalur Komando Perang Kemerdekaan RI I Daerah Kabupaten Tegal, Brebes, dan Pemalang. Jalur Komando Perang tersebut terhitung dari 10 Agustus 1947 sampai 2 Februari 1948.
“Kapten Sudibyo gugur sebagai pahlawan bangsa,” tutur Tarnoto, seperti dikutip dari Radar Tegal, 2017 lalu. Tarnoto adalah anak dari Kopral Tarjani yang bergabung dalam pasukan Kapten Sudibyo.
Seperti diketahui, Agresi Militer Belanda I berkecamuk sejak 21 Juli 1947 dengan dipimpin Jenderal Hulbertus Van Mook, setelah Jepang kalah dari Sekutu. Wilayah yang ada di bawah pendudukkan Jepang diambil alih oleh pihak Sekutu, Allied Forces in Netherland East Indies (AFNEI).
Belanda dengan berbendera Netherland Indie Civil Administratie (NICA) yang dibentuk 3 April 1944 memanfaatkan keadaan tersebut dengan membonceng pasukan Inggris menduduki beberapa wilayah di Indonesia, terutama Sumatra dan Jawa. Pertempuran pun terjadi di beberapa daerah, terutama di Jawa Tengah dan sekitarnya.
Kapten Sudibyo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Pura Kusuma Negara yang lokasinya berada di ujung Jalan Melati, Kelurahan Kejambon, Kecamatan Tegal Timur. Tepatnya, di makam Blok A Nomor 85 seluas 2x1 meter dan tertulis nama Kapten Soedibjo Cmd Sector S, dengan satu bintang di atasnya. Tergurat pula tanggal gugurnya, 10-10-1947.
Sebelum dimakamkan di TMP Pura Kusuma Negara, Kapten Sudibyo disebut-sebut dimakamkan di daerah Kalinyamat Kulon. Menurut tokoh masyarakat setempat, Ustad Wahidin, pemakamannya di kawasan yang sekarang merupakan Masjid Jami Al Muhtadin, yakni di RT 5 RW 3, atau tepatnya di sebelah rel kereta api Kelurahan Kalinyamat Kulon.
Siapa sebenarnya Kapten Sudibyo? Tidak banyak jawaban atas pertanyaan tersebut. Sampai saat ini, belum ada satupun keluarga atau keturunannya yang bisa dilacak. Dari beberapa cerita, Kapten Sudibyo dikatakan berasal dari daerah Timur, entah itu Solo atau Jogjakarta. Perawakannya tinggi besar, dan merupakan seorang komandan yang tegas.
Jati diri Kapten Sudibyo memang belum terkuak sepenuhnya. Namun, penghargaan setinggi-tingginya telah diberikan dengan mengabadikan namanya untuk sebuah jalan. Jalan Kapten Sudibyo membentang dari Tirus ke Utara. Sekarang, jalan tersebut merupakan denyut nadi yang menghidupkan perekonomian Kota Tegal. Terima kasih, pahlawan. Jasamu akan terus dikenang.
*Artikel ini dimuat di Warta Bahari dengan judul Kapten Sudibyo Melawan Penjajah
Sementara itu, di bawah komando Kapten Sudibyo, Letkol Sudiarto dan pasukannya telah bersiap-siap menghadang kompeni. Satu pleton pasukan disiapkan, terdiri dari 120 prajurit Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kemudian, terjadilah pertempuran itu. Pasukan Kapten Sudibyo memberikan perlawanan begitu hebat.
Perang terbuka pecah di palagan Tirus, yang areanya sebagian masih hutan dan semak belukar. Karena kalah jumlah dan persenjataan, kubu Kapten Sudibyo terdesak, dan sempat bersembunyi di Dukuh Trukan, yang sekarang berada dalam teritorial Kelurahan Kalinyamat Kulon, Kecamatan Margadana. Belanda yang kalap mengobrak-abrik perkampungan warga.
Rumah-rumah digeledah untuk mencari tempat persembunyian pejuang kemerdekaan. Selama dua hari, Kapten Sudibyo dan pasukannya bersembunyi dengan bantuan makanan dan minuman yang disuplai rakyat. Sebagai pimpinan batalyon, Kapten Sudibyo merasa bertanggungjawab terhadap pasukannya yang masih hidup maupun yang telah gugur.
Untuk memastikan keadaan, sang kapten keluar dari tempat persembunyiannya, tanpa pengawalan. Belanda yang menantikan momen tersebut akhirnya mendapatkan momentum. Dari jarak sekitar 100 meter, peluru dilepaskan dan tepat mengenai Kapten Sudibyo di area persawahan. Hari itu, tercatat 10 Oktober 1947.
Karena Kapten Sudibyo tertembak, Belanda senang dan melanjutkan perjalanan ke Jogjakarta untuk menaklukkan Ibu Kota Negara yang sudah berpindah. Namun demikian, perlawanan pasukan Kapten Sudibyo belum berakhir. Letkol Sudiarto sebagai suksesor memimpin pasukan menggempur tank kompeni yang tertinggal di belakang. Akibat serangan itu, 23 prajurit Belanda tewas.
Pasukan Letkol Sudiarto akhirnya menuju ke Jogjakarta untuk melakukan perlawanan bersama Jenderal Sudirman. Secara hirearki, pasukan Kapten Sudibyo adalah pasukan dari Jalur Komando Perang Kemerdekaan RI I Daerah Kabupaten Tegal, Brebes, dan Pemalang. Jalur Komando Perang tersebut terhitung dari 10 Agustus 1947 sampai 2 Februari 1948.
“Kapten Sudibyo gugur sebagai pahlawan bangsa,” tutur Tarnoto, seperti dikutip dari Radar Tegal, 2017 lalu. Tarnoto adalah anak dari Kopral Tarjani yang bergabung dalam pasukan Kapten Sudibyo.
Seperti diketahui, Agresi Militer Belanda I berkecamuk sejak 21 Juli 1947 dengan dipimpin Jenderal Hulbertus Van Mook, setelah Jepang kalah dari Sekutu. Wilayah yang ada di bawah pendudukkan Jepang diambil alih oleh pihak Sekutu, Allied Forces in Netherland East Indies (AFNEI).
Belanda dengan berbendera Netherland Indie Civil Administratie (NICA) yang dibentuk 3 April 1944 memanfaatkan keadaan tersebut dengan membonceng pasukan Inggris menduduki beberapa wilayah di Indonesia, terutama Sumatra dan Jawa. Pertempuran pun terjadi di beberapa daerah, terutama di Jawa Tengah dan sekitarnya.
Kapten Sudibyo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Pura Kusuma Negara yang lokasinya berada di ujung Jalan Melati, Kelurahan Kejambon, Kecamatan Tegal Timur. Tepatnya, di makam Blok A Nomor 85 seluas 2x1 meter dan tertulis nama Kapten Soedibjo Cmd Sector S, dengan satu bintang di atasnya. Tergurat pula tanggal gugurnya, 10-10-1947.
Sebelum dimakamkan di TMP Pura Kusuma Negara, Kapten Sudibyo disebut-sebut dimakamkan di daerah Kalinyamat Kulon. Menurut tokoh masyarakat setempat, Ustad Wahidin, pemakamannya di kawasan yang sekarang merupakan Masjid Jami Al Muhtadin, yakni di RT 5 RW 3, atau tepatnya di sebelah rel kereta api Kelurahan Kalinyamat Kulon.
Siapa sebenarnya Kapten Sudibyo? Tidak banyak jawaban atas pertanyaan tersebut. Sampai saat ini, belum ada satupun keluarga atau keturunannya yang bisa dilacak. Dari beberapa cerita, Kapten Sudibyo dikatakan berasal dari daerah Timur, entah itu Solo atau Jogjakarta. Perawakannya tinggi besar, dan merupakan seorang komandan yang tegas.
Jati diri Kapten Sudibyo memang belum terkuak sepenuhnya. Namun, penghargaan setinggi-tingginya telah diberikan dengan mengabadikan namanya untuk sebuah jalan. Jalan Kapten Sudibyo membentang dari Tirus ke Utara. Sekarang, jalan tersebut merupakan denyut nadi yang menghidupkan perekonomian Kota Tegal. Terima kasih, pahlawan. Jasamu akan terus dikenang.
*Artikel ini dimuat di Warta Bahari dengan judul Kapten Sudibyo Melawan Penjajah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar