Ahmad Jaelani, Nasripi, Slamet Darminto, dan Riyanto bergegas dari posnya. Dengan menggendong alat pemotong rumput, mereka mulai membersihkan setiap makam dari rerumputan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Pura Kusuma Negara yang lokasinya berada di ujung Jalan Melati, Kelurahan Kejambon, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal.
Pagi itu, keempatnya sedang mempersiapkan TMP menjelang Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November. Salah satu makam yang dibersihkan adalah makam A-85. Di makam Blok A Nomor 85 seluas 2x1 meter tersebut, tertulis nama Kapten Soedibjo Cmd Sector S, dengan satu bintang di atasnya. Tergurat pula tanggal gugurnya, 10-10-1947.
Ya, di sanalah bersemayam jenazah Kapten Sudibyo, Komandan Sektor S Tegal Barat di bawah Kolonel Sudiarto yang memimpin pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berperang melawan Belanda di Tegal. Sudibyo meladeni Kompeni dalam pertempuran Tirus yang berlangsung 7-8 Oktober 1947.
Dia gugur tertembak di area persawahan Dukuh Trukan, Kalinyamat Kulon, Kecamatan Margadana. Di TMP Pura Kusuma Negara, Sudibyo dimakamkan bersama 678 pejuang lainnya. “Sejak saya di sini, tidak ada keluarganya yang mendatangi makam Kapten Sudibyo. Di Blok A, paling ada dua sampai tiga makam yang sering didatangi keluarganya,” kata Ahmad Jaelani.
Sebelum dimakamkan di TMP Pura Kusuma Negara, Sudibyo disebut-sebut dimakamkan di daerah Kalinyamat Kulon. Menurut tokoh masyarakat setempat, Ustad Wahidin, Sudibyo dimakamkan di kawasan yang sekarang merupakan Masjid Jami Al Muhtadin, yakni di RT 5 RW 3, atau tepatnya di sebelah rel kereta api Kelurahan Kalinyamat Kulon.
Radar telah mencoba menelusuri siapa sebenarnya Sudibyo. Namun, cukup terkendala karena belum ada satupun keluarga atau keturunannya yang bisa dilacak. Ahmad Tarnoto, 60, putra Muhammad Tarjani yang merupakan salah satu pasukan Sudibyo, mengatakan, atas usul masyarakat, makam Sudibyo dipindahkan ke TMP Pura Kusuma Negara sekitar 1960-an.
Ayahnya pernah bercerita bahwa Sudibyo berasal dari daerah Timur, entah itu Solo atau Jogjakarta. Perawakannya tinggi besar, dan merupakan seorang komandan yang tegas. Sosok tersebut juga dikonfirmasi sejarawan Kafandi yang sempat mewawancarai salah satu legiun veteran Kopral Sayadi semasa masih hidup. Sayadi meninggal dunia 2003.
“Sudibyo berbadan tinggi besar, dengan pistol di kanan,” kata Kafandi yang kini berdinas di Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Tegal. Jati diri Sudibyo memang belum seluruhnya terkuak, karena juga tidak banyak referensi yang tertulis di buku-buku sejarah lokal. Namun, penghargaan setinggi-tingginya telah diberikan dengan mengabadikan namanya untuk sebuah jalan.
Jalan Kapten Sudibyo membentang ke utara dari lokasi pertempuran Tirus. Kini, merupakan salah satu pusat kuliner sate dan bisnis ritel yang menggerakan roda perekonomian Kota Tegal. Terima kasih pahlawan, jasamu akan terus kami kenang.
*Artikel ini telah dimuat dalam Liputan Khusus Hari Pahlawan Radar Tegal
Pagi itu, keempatnya sedang mempersiapkan TMP menjelang Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November. Salah satu makam yang dibersihkan adalah makam A-85. Di makam Blok A Nomor 85 seluas 2x1 meter tersebut, tertulis nama Kapten Soedibjo Cmd Sector S, dengan satu bintang di atasnya. Tergurat pula tanggal gugurnya, 10-10-1947.
Ya, di sanalah bersemayam jenazah Kapten Sudibyo, Komandan Sektor S Tegal Barat di bawah Kolonel Sudiarto yang memimpin pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berperang melawan Belanda di Tegal. Sudibyo meladeni Kompeni dalam pertempuran Tirus yang berlangsung 7-8 Oktober 1947.
Dia gugur tertembak di area persawahan Dukuh Trukan, Kalinyamat Kulon, Kecamatan Margadana. Di TMP Pura Kusuma Negara, Sudibyo dimakamkan bersama 678 pejuang lainnya. “Sejak saya di sini, tidak ada keluarganya yang mendatangi makam Kapten Sudibyo. Di Blok A, paling ada dua sampai tiga makam yang sering didatangi keluarganya,” kata Ahmad Jaelani.
Sebelum dimakamkan di TMP Pura Kusuma Negara, Sudibyo disebut-sebut dimakamkan di daerah Kalinyamat Kulon. Menurut tokoh masyarakat setempat, Ustad Wahidin, Sudibyo dimakamkan di kawasan yang sekarang merupakan Masjid Jami Al Muhtadin, yakni di RT 5 RW 3, atau tepatnya di sebelah rel kereta api Kelurahan Kalinyamat Kulon.
Radar telah mencoba menelusuri siapa sebenarnya Sudibyo. Namun, cukup terkendala karena belum ada satupun keluarga atau keturunannya yang bisa dilacak. Ahmad Tarnoto, 60, putra Muhammad Tarjani yang merupakan salah satu pasukan Sudibyo, mengatakan, atas usul masyarakat, makam Sudibyo dipindahkan ke TMP Pura Kusuma Negara sekitar 1960-an.
Ayahnya pernah bercerita bahwa Sudibyo berasal dari daerah Timur, entah itu Solo atau Jogjakarta. Perawakannya tinggi besar, dan merupakan seorang komandan yang tegas. Sosok tersebut juga dikonfirmasi sejarawan Kafandi yang sempat mewawancarai salah satu legiun veteran Kopral Sayadi semasa masih hidup. Sayadi meninggal dunia 2003.
“Sudibyo berbadan tinggi besar, dengan pistol di kanan,” kata Kafandi yang kini berdinas di Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Tegal. Jati diri Sudibyo memang belum seluruhnya terkuak, karena juga tidak banyak referensi yang tertulis di buku-buku sejarah lokal. Namun, penghargaan setinggi-tingginya telah diberikan dengan mengabadikan namanya untuk sebuah jalan.
Jalan Kapten Sudibyo membentang ke utara dari lokasi pertempuran Tirus. Kini, merupakan salah satu pusat kuliner sate dan bisnis ritel yang menggerakan roda perekonomian Kota Tegal. Terima kasih pahlawan, jasamu akan terus kami kenang.
*Artikel ini telah dimuat dalam Liputan Khusus Hari Pahlawan Radar Tegal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar