Bupati Tegal Enthus Susmono dan wakilnya Umi Azizah hampir dua tahun memimpin Kabupaten Tegal yang memiliki 18 kecamatan, 6 kelurahan dan 281 desa. Sesuai amanat undang-undang, Enthus dan Umi telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu lima tahun. RPJMD memuat arah kebijakan keuangan, strategi pembangunan, kebijakan umum, program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Sejak dilantik 8 Januari 2014, Enthus-Umi mengusung visi “Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Tegal yang Mandiri, Unggul, Berbudaya, Religius dan Sejahtera”. Visi tersebut diwujudkan dengan komitmen reformasi birokrasi, pembangunan ekonomi kerakyatan, menjunjung nilai-nilai agama, mengembangkan seni budaya dan pengetahuan tradisional, serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Agar lebih mengakar lagi, komitmen tersebut diaplikasikan melalui sebuah gerakan: Empat Cinta. Yakni, Cinta Desa, Cinta Rakyat, Cinta Produk dan Cinta Budaya.
Terkait gerakan tersebut, dokumen RPJMD menyebutnya “kredo”. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “kredo” mejadi dua pengertian. Pertama, pernyataan kepercayaan (keyakinan) dan kedua, dasar tuntunan hidup. Agaknya, pengertian kedualah yang lebih tepat untuk mengartikan “kredo” Empat Cinta. Sebagai sebuah gerakan yang menjadi dasar tuntunan pembangunan, Empat Cinta telah dijelaskan secara gamblang dalam RPJMD.
Cinta Desa merupakan kebijakan pembangunan yang bertitiktolak dari pendekatan spasial di desa. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tegal tidak hanya ingin menjadikan desa sebagai lokus pembangunan, tetapi juga menjadikan desa sebagai pelaku pembangunan yang merumuskan sendiri perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya.
Sementara, Cinta Rakyat dituangkan dalam kebijakan Permukiman Kreatif. Kebijakan ini diinisiasi pemerintah untuk menjamin masyarakat tinggal, hidup dan tumbuh dalam kawasan yang berkualitas. Permukiman yang berkualitas merupakan permukiman yang memiliki infrastruktur yang cukup dan masyarakat dapat dengan mudah mengaksesnya.
Sebagai Jepangnya Indonesia, Kabupaten Tegal memiliki potensi industri logam termasuk industri permesinan, yang telah tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. Industri pertanian juga tidak luput dikembangkan melalui Cinta Produk. Sedangkan pembangunan seni dan budaya yang dikemas dalam Cinta Budaya dilakukan untuk mengembangkan marwah seni dan budaya, sekaligus sebagai pemacu potensi ekonomi lokal.
Membangun dari Desa
Enthus dalam berbagai kesempatan menegaskan, agar dapat mewujudkan Cinta Desa, Pemkab menganggarkan Rp500 juta untuk disalurkan ke desa-desa setiap tahunnya. Ini gayung bersambut dengan kucuran dana sekitar Rp1 milyar dari pemerintah pusat sebagai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pada prakteknya, masyarakat Kabupaten Tegal mulai bisa merasakan pembangunan desa dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2014, yakni melalui Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat Desa Mandiri (PDPM-DM).
Pemkab menggelontorkan dana sebesar Rp28,7 miliar untuk penataan dan penyehatan lingkungan permukiman kumuh miskin. Program ini berlaku di 281 desa dan 6 kelurahan dengan alokasi proposional, memperhatikan jumlah penduduk miskin dan tingkat pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Kita tahu, mencintai desa berarti mencintai rakyatnya. Cinta Rakyat sedikit banyak dapat ditemui dari gerakan Ngrogoh Kantong Wekna Wong (NKWW). Secara harfiah, NKWW memiliki arti merogoh saku diberikan orang. Di mana, masyarakat diajak untuk memberikan sebagian harta yang dimiliki untuk disedekahkan kepada kaum yang kurang beruntung. Penulis setuju, secara filosofis ini merupakan upaya untuk menggugah kembali semangat gotong-royong, bantu-binantu, dan cinta kasih terhadap sesama yang sesungguhnya telah tertanam dalam sanubari masyarakat.
Pemkab menyadari, dengan keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki, mereka tidak dapat berjuang sendirian untuk mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Tegal. Karena itu, digerakanlah apa yang disebut Francis Fukuyama sebagai social capital atau modal sosial, dengan harapan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Di dalam visinya, Enthus-Umi juga ingin membangun masyarakat yang mandiri. Ini dapat dicapai dengan Cinta Produk. Pemkab dapat berperan membantu memasarkan produk-produk lokal, agar bisa menembus pasaran, hingga luar daerah.
Upaya yang bisa dilakukan, salah satunya dengan menggencarkan pameran. Pemkab telah mengawali dengan menyelenggarakan Slawi Expo 2014 di GOR Indoor Slawi. Pameran tersebut mengedepankan produk-produk dan hasil karya masyarakat Kabupaten Tegal. Diharapkan, pameran dapat berkelanjutan. Pasalnya, Cinta Produk menjadi salah satu jawaban atas tantangan yang bakal timbul ketika Indonesia memasuki masa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Produk-produk lokal perlu perlindungan agar tidak kalah bersaing di era pasar bebas itu.
Sebagaimana lazimnya sebuah pemerintahan di alam demokratis, kebijakan Enthus-Umi juga tidak lepas dari kritik. Pengadaan gamelan untuk setiap kecamatan yang anggarannya mencapai Rp1 milyar misalnya, hal itu cukup mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat. Terlepas dari kontroversi itu, dengan Cinta Budaya, tidak bisa dipungkiri bahwa Enthus yang sekarang bupati adalah seorang dalang yang tetap menjunjung tinggi kebudayaan. Enthus pun telah menyatakan perang terhadap segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sehingga, dia mempersilahkan audit pengadaan gamelan ketika dipersoalkan. Terlebih, komitmen anti-KKN telah dibuktikan dengan penandatangan pakta integritas yang diteken bersama jajaran SKPD.
Ibunya Negara
Membangun dari desa menjadi semacam respons dari pemikiran yang pernah dibangun Emha Ainun Nadjib. Emha, dalam sebuah kesempatan pernah berpendapat, Indonesia hanya bagian dari desanya. Pria yang akrab disapa Cak Nun mengangkat tinggi-tinggi ketika fakta mendapati, desa ternyata sedang diperlakukan sebagai struktur terkecil dalam tata administrasi kenegaraan kita. Budayawan mbeling ini, ingin membangun mindset agar desa menjadi “ibunya negara”. Ini dapat diartikan, kerja pembangunan sebuah negara harus dimulai dari desa-desa.
Logika berpikir itu, selanjutnya diperkuat oleh pemerhati sosial dan kebudayaan pedesaan Teguh Puji Harsono. Teguh memandang, pembangunan hendaknya disusun oleh sebuah kontruksi pemikiran yang berangkat dari desa. Sehingga, yang dilakukan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Artinya, dalam pola struktur kebijakan pembangunan sudah menjadi sebuah keharusan untuk mengedepankan hasil musyawarah yang dibangun dari usulan-usulan setiap RT dan RW.
Tentu, segudang harapan diamanatkan pada pundak Enthus-Umi menjelang dua tahun masa pemerintahan mereka. Masyarakat berharap, tidak ada lagi kerumitan dalam membuat KTP, KK, atau akta kelahiran. Tidak ada lagi jalan desa yang berlubang dan becek ketika mendapat guyuran hujan. Tidak ada lagi anak sekecil Syamsul yang menjajakan cilok dan membanting tulang demi menghidupi keluarga semata wayang.
Ringkasnya, masyarakat meminta visi “Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Tegal yang Mandiri, Unggul, Berbudaya, Religius dan Sejahtera” tak hanya menghiasi dinding kantor saja. Visi itu harus terkonfirmasi sebagai “hadiah” bahwa selama ini masyarakat tidak salah memilih. Dan Empat Cinta, sesungguhnya dapat menjadi tuntunan untuk mencapai itu semua.
*Tulisan ini menjadi Juara Ketiga dalam Lomba Karya Tulis yang diselenggarakan Korpri Kabupaten Tegal.
Berita Otomotif Indonesia
BalasHapusInfo Insurer
BalasHapusMedical Treatment 100
BalasHapus