12 Jan 2015

Warteg


Kekuatan Warung Tegal dalam ‘menginvasi’ wilayah Jakarta dan sekitarnya, tidak terbantahkan lagi sampai sekarang. Warung sederhana yang sering disingkat warteg itu, tetap bak jamur di musim Desember, kendati sebelumnya pernah diwacanakan pajak oleh Gubernur Fauzi Bowo. Dengan penuh kebanggaan, seorang penulis kelahiran Tegal pernah mengatakan, daya juang pengusaha warteg di ibu kota, merupakan gambaran semangat berlayar orang-orang Tegal, yang notabene memiliki nenek moyang seorang pelaut. 

Di lini dunia maya ini, masih sedikit referensi mengenai warteg. Dalam lamannya, Wikipedia menulis, warteg adalah salah satu jenis usaha gastronomi yang menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Biasa juga disingkat warteg, nama ini seolah sudah menjadi istilah generik untuk warung makan kelas menengah ke bawah, di pinggir jalan, baik yang berada di Kota Tegal maupun di tempat lain, baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain. 

Wikipedia benar, di kota Metropolitan seperti Jakarta, harga nasi beserta lauk pauk yang dihidangkan warteg jauh lebih ekonomis, terjangkau bagi kaum urban yang berkantong tipis. Bagi orang Jakarta, membutuhkan mental Jokowi untuk blusukan dan icip-icip masakan orang Tegal di warteg. Stigma kelas bawah, boleh saja hanya runtuh oleh mental orang-orang yang sederhana. 

Bagi kaum glamour, tentu warteg menjadi pilihan yang dipertimbangkan. Mereka, agaknya akan lebih suka pergi ke warung yang lebih bisa tampil modern. Ruang berpendingin, pelayan rapi, serta dilengkapi wifi. Soal harga, tentu tidak menjadi masalah bagi mereka yang bergengsi. Wikipedia juga tidak salah, meskipun warteg, tidak dipungkiri jika yang mengelola adalah bukan orang Tegal. 

Melainkan, misalnya dari Brebes, Cirebon, hingga Indramayu. Dalam pada itu, sebenarnya warteg dengan sendirinya telah memiliki daya jual tersendiri. Dalam teori ekonomi seperti ini, mini market seperti Alfamart dan Indomaret lebih dulu memanfaatkannya dengan membuka kerjasama frenchise. Yang perlu ditambahkan dari keterangan Wikipedia, yakni asal mula warteg itu sendiri. 

Digali dari keterangan yang disampaikan oleh sesepuh Kabupaten Tegal Ki Bambang Purnama, warteg diawali dari orang Tegal yang sukanya ilon-ilon (ikut-ikutan). Asalnya, dari orang-orang Desa Kedungsukun, Kecamatan Adiwerna dan Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal yang sekedar berdagang untuk memenuhi para pekerja. Saat itu, di Jakarta sedang marak dengan pembangunan Gelora Senayan, Hotel Indonesia, Jalan Layang Semanggi, Masjid Istiqlal dan sebagainya. 

Proyek yang dimotori oleh Presiden RI Pertama Bung Karno itu, kemudian membuat orang Tegal melakukan urbanisasi ke Jakarta, untuk membuka warung makan di sana. Istilah Warteg sendiri, belum lama populer. Yakni, baru tahun 1980-an. Sedangkan di Tanjug Priok, Jakarta Utara, yang mengontrak perempatan kebanyakan orang Kalisoka. Namun, dalam perkembangannya warteg dikelola dan dilestarikan oleh orang Tegal Utara, yakni orang Sidapurna, Sidakaton, dan Krandon. Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar