12 Jan 2015

Hari yang Berlalu


Auld Lang Syne berkumandang merdu, namun syahdu, membuat mata Karmil berlinang-linang, bahagia, sekaligus sedih. Tasia mengggesek biolanya dengan serius, sedangkan Fani menggerakkan akordeon dengan santai. Deni, memukul drum dengan penuh semangat. Karmila memperhatikan mereka, dengan bangga. Sementara, kenangannya menerawang ke masa lalu, pada akhir perpeloncoan, saat topi-topi baru para cama-cami, di bakar dalam api unggun. 

Dalam novel Sekutum Nozomi Buku Ketiga, Marga T menyertakan lagu Auld Lang Syne di halaman 126-127, bab 36. Lagu itu, mengiringi persahabatan Karmil, Fani, dan Deni, yang selalu melalui hari-hari bersama. Diadaptasi dari puisi yang ditulis penyair berdarah Skotlandia, Robert Buns, pada 1788 silam. Kemudian hari, Auld Lang Syne menjelma menjadi sebuah theme song perpisahan yang sangat melegenda. Kendati orang tidak begitu mengerti maknanya, iramanya yang mendayu, mau tidak mau menyeret pendengarnya ke ‘Hari yang Berlalu’, masa lalu. 

Burns, dalam puisi itu, mengajukan pertanyaan penting: teman lama dan masa lalu, apakah akan dilupakan? “¬Should auld acquitance be forgot And never brought to mind?”, kata Burns, dalam Skotlandia, setelah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Burns, tidak pernah menyangka. Beberapa abad setelah dia meninggal dunia, puisinya digubah menjadi sebuah lagu dengan alunan melodi yang memukau, dan dinyanyikan banyak orang dari berbagai belahan dunia. 

Dari tanah kelahirannya, Auld Lang Syne identik dinyanyikan setiap malam Tahun Baru atau yang dikenal Hogmanay. Britania Raya, Republik Irlandia, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan dan Kanada, juga ikut merayakannya, sebagai tanda dimulainya tahun yang baru. Britania Raya, pernah memainkan lagu ini pada penutupan Kongres (konferensi) tahunan dari Kongres Serikat Buruh (Trade Union Congress). Auld Lang Syne juga kerap menghiasi prosesi wisuda di Jepang, dan penguburan di Taiwan, yang menandai akhir atau ucapan selamat tinggal. 

Yang paling diingat, lagu ini biasanya disertai dengan sebuah dansa tradisional. Kelompok yang menyanyikannya, membentuk sebuah lingkaran sambil berpegangan tangan pada bait pertama. Pada bait kedua, tangan-tangan disilangkan dan kemudian dirangkaian kembali. Pada bait ketiga, setiap orang berpindah ke tengah lingkaran dan kemudian keluar lagi. 

Mereka bersilangan tangan, tangan kanan meraih tangan kiri, di sebelah diri kita. Tangan kiri menggandeng tangan kanan kita. Membentuk lingkaran, sambil menyanyikan lagu Auld Lang Syne. Dan kau, memerintahkan kami agar meliuk-liuk. Apakah teman lama harus dilupakan, beserta masa lalu? 

Masa Lalu 

Burns, aku kira, ketika menulis puisi sangat manusiawi. Kedua fakta fifik yang dipertanyakan, teman lama dan masa lalu, dimiliki oleh setiap orang, disitu letak keduniawiaannya. Tak heran, pukauan melodi Auld Lang Syne, siapapun penyanyinya, akan menyeret pendengar untuk mengingat berjuta kenangan. Meskipun kemudian ada yang sampai tercebur, dan sulit untuk mentas. Atau pun hanya sekilas menengok, lalu bablas. 

Psikolog, sering mengatakan, bersiaplah, selalu ada masa lalu yang harus diselesaikan, selalu ada luka lama yang harus bisa di terima kembali degan baik! Diksinya itu, memang mengajak semua orang untuk mempersiapkan diri, untuk ‘menyelesaikan’ masa lalu, dan menerimanya dengan baik. 

Sebenarnya, Sekutum Nozomi Buku Ketiga dilatari oleh Peristiwa Mei 1998. Persistiwa yang jelas menjadi ingatan kolektif; bagi siapa saja yang merasakan desir perlawanan gerakan pemuda dan mahasiswa, saat itu, dalam menetang rezim otoritarian, yang berujung pada tumbangnya pemimpin Tiran. Dalam konteks ini, misalnya, itikad ‘menyelesaikan’ masa lalu bukanlah hal murah. Mereka merintih, meminta keadilan untuk anak-anaknya yang menjadi korban masa lalu yang kelam. Sejauh ibu korban masih Kamisan, artinya negara belum siap ‘meyelesaikan’ masa lalu. 

Begitu juga terkadang lumrahnya, konteks masa lalu masing-masing pribadi. Ada yang sudah pandai move on dari sakit hati, bahkan teramat banyak yang justru asyik memenjarakan diri dengan masa lalu. Karmil sendiri, jauh mengingat kenangannya dengan berbagai macam rasa, sedih, senang, bahkan hingga berlinang air mata.

Di mana, sakit hati, dendam, luka, akan lebih banyak dikenang ketimbang senyum dan kegembiraan. Entah, siapa yang memulai dan akan mengakhirinya. Yang jelas, kita tak perlu larut. Masa depan, harus dijemput dengan mata terbuka, jangan membuta. Toh, dari relung masa lalu, sakit hati dan dendam, terkadang juga dibutuhkan. “Sakit hati dan dendam itu dibutuhkan untuk kemajuan,” demikian kata mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. “Sejauh, sakit hati dan dendam itu digunakan secara positif,” jelas Dahlan. 

Mengapa sakit hati dan dendam itu dibutuhkan? Mantan CEO Jawa Pos Group itu menceritakan: Suatu ketika, ada orang bertanya; “kantor Jawa Pos itu di mana?” Orang lalu kebanyakan menjawab, “itu di sebelah Bank Karman.” Sebab berarti, Bank Karman yang notabene bank kecil, lebih terkenal dari perusahaan yang saat itu dipimpinannya. Maka, Dahlan pun menggunakan sakit hati dan dendamnya di masa lalu itu, untuk memutarbalikan fakta; Jawa Pos lebih besar dan dikenal dari Bank Karman.

Dia pun berjanji, suatu ketika orang bertanya, “kantor Bank Karman itu di mana,” maka kebanyakan orang menjawab; “di sebelah Jawa Pos.” Akhirnya, janji Dahlan terbukti, Jawa Pos kini menjadi salah satu media besar yang diperhitungkan. Satu hal yang tidak bisa kesampaian, ketika Jawa Pos sudah lebih besar dan dikenal, Bank Karman justru telah gulung tikar, merger menjadi Bank Mega.

Meskipun demikian, cerita Dahlan menggambarkan bahwa dia berhasil mengumandangkan Auld Lang Syne, perpisahan dari segala ketertinggalan menuju kemajuan. Teman lama (Bank Karman) dan masa lalu (Jawa Pos), membuatnya kini menjadi orang yang dikenal sebagai tokoh nasional. Dahlan, yang dulu wartawan, bahkan sempat menjadi bakal calon presiden dari Konvensi Partai Demokrat.

Artinya, dia benar-benar menggunakan sakit hati dan dendamnya dengan cara positif. Dus, tahun 2015 telah tiba. 2014 akan menjadi teman lama, masa lalu, dan kenangan. Auld Lang Syne berkumandang di mana-mana, mengiringi pergantian tahun. Burns, lagi-lagi kembali bertanya: teman lama dan masa lalu, apakah akan dilupakan? Pada bait selanjutnya, Burns lau menjawab: “For auld lang syne, we’ll tak a cup o’ kindness yet.” 

Maka, penyair yang paling banyak ‘dirayakan’ di tanah Skandinavia itu berjanji; “Aku akan terus mengingat teman lama dan masa lalu, dengan penuh ketulusan!” Sebaiknya, kita juga perlu belajar dari cerita Dahlan yang penuh kegigihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar