Skaterz

Skaterz

Sebuah peradaban sepak bola tanpa suporter, akan dicaci maki sebagai peribahasa sayur tanpa garam. Jelas saja, Anda bisa membayangkan, betapa akan terasa sangat hambar jika pertandingan di Gelora Bung Karno, meskipun saat itu yang menjadi lawan Timnas adalah klub sekelas Real Madrid atau Manchester United. Paling banter, penonton akan dikejutkan nyaringnya peluit yang ditiup wasit akibat tekel keras pemain belakang kepada striker yang hendak menjebol kiper.

Tanpa suporter, keheroikan Valentino Simanjuntak akan dianggap tangisan bayi yang merasa lapar karena belum disusui ibunya. Ya, disitulah arti seni dari pertandingan sepak bola. Suporter, seringkali menjadi nyawa, baik bagi pemain maupun atmosfer di dalam pertandingan itu sendiri. Di Indonesia, sejarah persuporteran telah berjalan panjang. Dinamikanya sendiri, sebenarnya sudah menjadi kewajiban, terus bergeser ke arah pendewasaan. Kita, tentu tidak perlu lagi menceritakan anarkisme yang dulu sering dipertontonkan.

Suporter di seluruh Indonesia, memang sudah saatnya bergerak untuk ikut mewacanakan ke mana arah masa depan persepakbolaan, baik di tataran nasional maupun lokal. Berbicara suporter lokal, aku yang orang Slawi ini sempat merasa terkejut ketika datang menonton pertandingan di Stadion Trisanja, Pekembaran, Slawi. Sekelompok suporter yang mayoritas berseragam merah mulai bergerak, mereka bernyanyi. Mereka, meneriakan jingle untuk mendukung Persekat Kabupaten Tegal.

Dikarenakan kesal melihat belum adanya perubahan di tubuh tim kesayangan, dari balik mikrofon, sang orator lalu berteriak kencang: “Ganti, ganti, ganti pengurus, ganti pengurus sekarang juga!” Teriakan itu, kemudian diikuti suporter lain dengan nada serupa, yang tidak kalah garangnya. Belakangan, Anda juga pasti sudah mendengar. Benar, nama kelompok suporter yang kerap terlihat di Tribun Barat ketika Persekat berlaga, itu adalah Skaterz. Nama pendek nan kece, diambil dari singkatan Persekat Suporterz.

Aku, kebetulan mengenal baik beberapa penggagasnya. Salah satunya: Trias Alfiardi. Trias, demikian dia disapa saat SMA, sekarang didapuk untuk menjadi juru demungnya. Dialah, yang seringkali menjadi wakil rakyat Skaterz, untuk bersuara di media: bahwa Persekat harus terus tumbuh, maju, agar tidak hanya menjadi rumput yang diinjak-injak, kering, dan akhirnya mati terbakar oleh panasnya matahari.

Sejak dirintis tiga tahun lalu, Skaterz terus berkembang pesat. Saat artikel ini ditulis, di lini media sosial Facebook, Skaterz memiliki 3.345 ribu anggota. Melalui media itu, mereka terus menggalang kekuatan. Mereka bekerja, berkarya, dan menunjukkan kreatifitasnya. Beragam jenis kaos, syal, dan sebagainya diluncurkan. Trias, dalam salah satu obrolan mengatakan, semua yang dilakukan Skaterz itu, minimalnya agar orang Slawi ini lebih tahu. Bahwa, di tlatah serpihan Kerajaan Pajang ini ada klub sepak bola, yang meski masih dalam strata buncit, tetap harus didukung dan dicintai.

Meminjam kampanye Prabowo; kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Loyalitas Skaterz memang patut diapresiasi. Di ruang hampa sekalipun, mereka beranjak. Tidak hanya pada tataran teknis belaka, tataran ide dan gagasan pun dijajaki juga. Mereka pernah menggalang pergerakan untuk memberikan dukungan moral kepada para pemain, yang sebelumnya belum terperhatikan, dengan menyumbangkan seperangkat kaos tim. Simbolisme itu, sesungguhnya bisa diartikan, seharusnya Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal dan PSSI Kabupaten Tegal bisa memperhatikan harkat dan martabat Persekat, lebih dari yang dilakukan Skaterz.

Menengok ke beberapa tahun silam, saat itu, Tribun Barat memang belum berdiri. Di sana, hanya ada belukar pepohonan, dan dua bench yang telah sedikit berkarat. Jadi, berbeda dengan kondisi kekinian. Di setiap pertandingan, saat itu hanya terdengar sebuah nyanyian sunyi; teriakan pelatih. Juga tidak ada jingle, apalagi genderang pengobar semangat. Maklum, metode penggalangan massa melalui Facebook belum dikenal pada masa itu. Jadi, yang datang ke stadion juga bisa dihitung dengan jari, sepi.

Aku, yang ketika itu menjadi pemain, sekarang membayangkan. Andai saja Trias dan kawan-kawannya sudah melahirkan Skaterz pada medio 2006-2007, bisa dipastikan Persekat yang berhasil lolos ke delapan besar Liga Remaja Piala Suratin, akan bertambah kekuatan ketika meladeni tuan rumah Persib Bandung. Persekat, aku meyakini, juga akan lebih berdaya dan bernyawa ketika menghadapi bombardir Persebaya Surabaya. Karena, sesungguhnya Skaterz adalah nyawa, jadi pasti ada di sana. Lebih dari itu, karena Skaterz yang akan merubah sejarah!