Semua tertuju kepadanya, ia mendadak menjadi buah bibir papan atas, primadona perbincangan: obrolan favorit dari Parlemen, apartement, hingga sampai losmen pinggiran jalan. Oleh ‘si penjual obat,’ barangkali ia telah dijelmakan sebagai ‘ratu adil,’ disulap menjadi ‘malaikat penyelamat,’ atau diracik menjadi ‘resep terampuh sejagat.’ Tugasnya tidak ringan, juga tidak mudah: dituntut untuk menjadi obat sakti mandraguna.
Resep penyembuh mujarab; dikala akan banyak orang sakit, terguncang masuk angin, imbas ketika harga Bahan Bakar Minyak dinaikan: yang konon akumulasi pilihan dari akibat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekarat, membengkak. Balsem namanya, si kompensasi gratis ini adalah ‘resep’ baru, tetapi sebenarnya ia adalah muka lama. Hanya lebih dipercantik, dipoles halus sedemikian rupa.
Sebagaimana pendahulunya -Blt, ia diharapkan berkhasiat mengangkat citra ‘si penjual obat,’ agar dalam Penjual Obat Idol 2014 nanti: para dan calon ‘pasien’ kembali memilihnya sebagai ‘penjual obat’ pilihan, yang penuh kasih sayang dan cinta terhadap ‘pasien’-nya. Tetapi sayang, disadari atau tidak, ‘si penjual obat’ sebenarnya sedang gagal menjalankan peran ‘penjual obat’ yang meyakinkan, atau bisa jadi ia sedang ber-kura-kura dalam perahu.
Sehingga, terlambat memahami: bahwa pada dasarnya, Balsem memang mungkin berperan mengatasi gatal, mual, pegal, pusing, atau masuk angin; akan tetapi luntur kesaktiannya jika nanti yang dihadapi adalah: Koalisi Penyakit Dalam!? Karena setiap luka bermacam-macam rupanya, karena tidak semua sakit adalah Balsem obatnya. Tentu, ‘si penjual obat’ hafal itu.
Tetapi, di kala musim masuk angin (baca: kemiskinan) tiba -meningkat- akibat naiknya harga Bahan Bakar Minyak, Balsem adalah obat sementara yang diyakini tepat meredakan sakit-luka, ‘senjata’ yang terlalu ‘seksi’ jika hanya disimpan di dalam gudang saja. Toh jika nanti gagal mengobati, ‘si penjual obat’ masih bisa menyalahkan: bahwa ‘si pasien’ salah atau kurang telaten dalam mengoleskan Balsem, dengan kata lain: tidak tepat sasaran -sehingga luka akan tetap menganga, perih tetap terjaga.
‘Si penjual obat’ juga barangkali telah khatam, bahwa ‘para pasien’ yang sedang dihadapinya adalah manusia-manusia mulia, yang mudah melupakan dan memaafkan musuh-penipuh yang sekalipun telah merobek-robek jantung dan hatinya. Sehingga dengan penuh percaya diri: ‘si penjual obat’ tetap yakin bahwa mulut manisnya memang meyakinkan!?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar