‘Ini Budi,’ adalah dua kata pelajaran yang biasanya –bahkan mungkin wajib disampaikan Ibu Guru ketika kita pertama kali ‘makan bangku sekolahan’ di Sekolah Dasar. Tentu, bukan maksud Ibu Guru ingin memperkenalkan bahwa teman kita yang ‘wajib’ pertama dikenal adalah Budi. Lalu, kenapa ‘ini Budi’? Bukan ‘ini Agus,’ ‘ini Rudi,’ ‘ini Heri,’ atau ini-ini dengan nama-nama yang lain? Awalnya sederhana saja: ada pesan apa di balik ‘ini Budi’ yang disampaikan Ibu Guru?
Meskipun jika mengapa harus Budi itu hanya sebuah kebetulan, yang semata-mata karena nama ini akrab ditelinga? Namun terlepas dari itu semua, dijatuhkannya pilihan kepada nama Budi, tetap menarik untuk diselidiki. Sumpah, aku jadi senyum-senyum sendiri soal ini, walaupun memang pada akhirnya: sederet teman dengan nama berjejer, sebut saja masa SMA, ada Budi Sukawinarto dan Budi Wahyono, memasuki kuliah ada Budi Edward.
Sekali lagi, aku yakin itu bukan ‘petunjuk jawaban’ atas apa yang ingin Ibu Guru sampaikan melalui: ‘ini Budi.’ Tidak puas dengan ‘petunjuk’ diatas, aku tidak lantas menyerah untuk terus mencari makna. Hingga pada akhirnya, pada suatu malam lewat buku Menuju Manusia Merdeka, aku beranikan diri untuk bertanya pada Ki Hadjar Dewantara.
Sebagai founding father Pendidikan Nasional, berharap pangeran yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ini berkenan memberi jawaban soal makna dibalik ‘ini Budi’ yang disampaikan Ibu Guru di Sekolah Dasar. Sambil membenarkan letak kaca mata usangnya, seperti berikut Ki Hadjar memberi paparan dalam buku itu:
Manusia adalah mahluk yang berbudi, sedangkan budi artinya jiwa yang telah
melalui batas kecerdasan yang tertentu, hingga menunjukkan perbedaan yang tegas
dengan jiwa yang dipunyai hewan.
Budi manusia berkuasa untuk ‘mengolah’ atau ‘memasak’ segala isi alam yang memasuki jiwanya sehingga menjadi buah, sementara buahnya budi manusia itu disebut kebudayaan.
Budi manusia berkuasa untuk ‘mengolah’ atau ‘memasak’ segala isi alam yang memasuki jiwanya sehingga menjadi buah, sementara buahnya budi manusia itu disebut kebudayaan.
Sedangkan budi pekerti artinya sifat jiwa manusia, mulai dari angan-angan
hingga terjelma sebagai tenaga.
Jadi, kalau kecerdasan budi yang dimiliki orang tersebut sungguh baik, yaitu dapat mengadakan budi pekerti yang baik dan kokoh sehingga dapat mewujudkan kepribadian dan karakter, maka ia akan selalu dapat mengalahkan nafsu dan tabiatnya yang tidak baik.
Jadi, kalau kecerdasan budi yang dimiliki orang tersebut sungguh baik, yaitu dapat mengadakan budi pekerti yang baik dan kokoh sehingga dapat mewujudkan kepribadian dan karakter, maka ia akan selalu dapat mengalahkan nafsu dan tabiatnya yang tidak baik.
Oleh karena itu, menguasai diri merupakan tujuan pendidikan dan maksud
keadaban. Adab itu berarti dapat menguasai diri.
Dengan adanya budi pekerti, setiap manusia berdiri sebagai manusia dengan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti menghilangkan dasar-dasar yang jahat, maupun dalam arti menutupi, mengurangi tabiat-tabiat biologis yang jahat, tutup Ki Hadjar mengakhiri ‘khutbah-khutbahnya.’ Manusia diciptakan dengan ‘bonus’ akal dan pikiran, tentu itu dimaksudkan agar dalam berkehidupan, manusia bisa membaca tanda-tanda yang diberikan oleh keadaan sekelilingnya.
Dari papar Ki Hadjar tersebut, lambat laun aku jadi mengerti, ‘ini Budi’ jangan-jangan adalah password, sebuah tuntunan, fondasi awal, point penting, atau pintu masuk dunia Pendidikan.
Dengan membentuk watak (budi) peradaban bangsa yang berkebudayaan dan bermartabat: akan melahirkan manusia Indonesia yang berkarakter cerdas, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Seperti fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional dalam rumusan Undang-Undang. Wallahu’alam.
Dengan adanya budi pekerti, setiap manusia berdiri sebagai manusia dengan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti menghilangkan dasar-dasar yang jahat, maupun dalam arti menutupi, mengurangi tabiat-tabiat biologis yang jahat, tutup Ki Hadjar mengakhiri ‘khutbah-khutbahnya.’ Manusia diciptakan dengan ‘bonus’ akal dan pikiran, tentu itu dimaksudkan agar dalam berkehidupan, manusia bisa membaca tanda-tanda yang diberikan oleh keadaan sekelilingnya.
Dari papar Ki Hadjar tersebut, lambat laun aku jadi mengerti, ‘ini Budi’ jangan-jangan adalah password, sebuah tuntunan, fondasi awal, point penting, atau pintu masuk dunia Pendidikan.
Dengan membentuk watak (budi) peradaban bangsa yang berkebudayaan dan bermartabat: akan melahirkan manusia Indonesia yang berkarakter cerdas, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Seperti fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional dalam rumusan Undang-Undang. Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar