8 Mei 2013

Pabrik Kuali


“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”Bunyi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama. Berita itu sangat mengejutkan, hingga semalam sampai diangkat ke meja diskusi Indonesia Lawyers Club dengan tema: ‘Perbudakan di Tengah Kita?’

Peristiwa perbudakan itu terjadi di sebuah Pabrik Kuali, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang.Berdasarkan laporan, selama tiga bulan buruh disekap, dipekerjakan dalam ancaman intimidasi dari oknum ‘keamanan.’  Ditengah euforia peringatan Hari Buruh sedunia 2 Mei kemarin, perbudakan di Pabrik Kuali itu tentu adalah merupakan kado yang sangat pahit, terutama untuk Serikat-Serikat Buruh yang terus menyuarakan pemenuhan hak-hak kesejahteraan dan kemerdekaan buruh.

Banyak yang merasa kecolongan, termasuk Sekda Tangerang. Di tanah air yang katanya sudah merdeka, peristiwa itu menggambarkan jelas masih ada ‘Belanda dan Jepang’ yang tega ‘merodi’ dan ‘meromusa.’ Anehnya, ‘penjajahan’ itu justru ‘dilegalkan’ oleh ‘aparat keamanan,’ yang seharusnya bertugas mengamankan masyararakat (buruh).

Ridwan Saidi -Budayawan Betawi, dalam diskusi Indonesia Lawyers Club semalam, mengatakan bahwa peristiwa itu menggambarkan runtuhnya kemanusiaan. Membaca pernyataan Ridwan Saidi itu, jadi ingat Multatuli, seorang Humanis yang bernama asli Eduard Douwes Dekker (1820–1887) ini sering mengingatkan: “Tugas manusia adalah menjadi manusia.”

Dus, berkaca pada pesan Multatuli, maka segala bentuk ‘penjajahan’ atau perbudakan manusia merupajan tindakan yang mencerminkan bukan seorang manusia. Seorang manusia pasti akan memanusiakan manusia, karena mereka manusia yang bertugas menjadi manusia.

Eksploitasi manusia atas manusia, tidak boleh lagi terjadi di bumi manusia. Dan kesewenang-sewenangan yang dilakukan oleh manusia atas manusia, yang mencederai kemanusiaan: harus tetap kita lawan dengan cara-cara manusia. Sebab penjajahan dan perbudakan adalah bentuk ‘pemurtadan’ terhadap UUD 1945.

Dan aku yakin jika Multatuli masih hidup, kemudian melihat perbudakan di Pabrik Kuali Sepatan, ia akan mengambil sikap yang sama: membela rakyat, seperti ketika ia dulu membela rakyat yang terhisap oleh pengusaha perkebunan kopi yang bersekongkol dengan bupati pribumi yang dilindungi oleh residen Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar