1 Mei 2013

Hardiknas: Wawancara dengan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo


Di tengah masalah pendidikan yang semakin beragam, momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang kembali diperingati besok, Kamis (2/5), idealnya menjadi titik tolak untuk mengevaluasi dunia pendidikan agar kembali pada jiwa dan ruh yang sebenarnya. Bukan hanya itu, Hardiknas sejatinya dijadikan media refleksi terkait semakin menurunnya kualitas pendidikan bangsa dewasa ini.

“Peringatan  Hari Pendidikan Nasional mengingatkan tentang jiwa dan atau ruh pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan  adalah tugas untuk mempersiapkan kehidupan masa depan yang  lebih baik.” Demikian dikatakan Plt. Ketua Umum MP3A, Prof. Dr. H. Imam Suprayogo dalam wawancara dengan MP3A.org, Selasa (30/4).

Berikut transkrip wawancara dengan Plt. Ketua Umum MP3A, Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selengkapnya, semoga jawaban Prof. Imam bisa menjadi bahan renungan bagi siapa saja yang mencintai dunia pendidikan:

1.  Apa makna Hari Pendidikan Nasional untuk Bapak ?

Sebagai seorang guru dan apalagi  lama memimpin  lembaga pendidikan, peringatan  Hari Pendidikan Nasional mengingatkan tentang jiwa dan atau ruh pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan  adalah tugas untuk mempersiapkan kehidupan masa depan yang  lebih baik. Pendidikan selalu terkait  dengan kehidupan individu maupun  masyarakat luas. Oleh karena harus ditangani secara sungguh-sungguh, bertanggung jawab, dan bahkan harus bersedia berkorban untuk pendidikan.

2. Seperti apa cara Bapak merefleksi Hardiknas ?

Bertepatan  dengan hari pendidikan nasional,  saya biasanya sebagai pimpinan perguruan  tinggi menyelenggarakan kegiatan akademik,  seperti seminar atau diskusi  dengan mengambil tema pendidikan. Namun pada peringatan tahun ini, kegiatan rutin itu tidak dilaksanakan oleh karena kesibukan kampus yang luar biasa padatnya. Tentu diskusi kecil, apalagi yang bersifat informal selalu kami lakukan bersama  pimpinan dan para dosen secara terbatas. Adapun yang pasti, saya mesti menulis isu-isu, pendapat dan pandangan terkait  tentang pendidikan.

3. Mengingat masih banyaknya kelemahan di dunia pendidikan kita saat ini, masihkah Hardiknas relevan untuk dirayakan ?

Memperingati hari pendidikan nasional tidak perlu menunggu ketika pendidikan sudah maju dan berkembang. Sebagai bangsa yang peduli dan  bahkan menganggap  bahwa pendidikan itu penting, maka pada saat dan keadaan  apapun sangat perlu memperingatinya. Justru dengan peringatan itu diharapkan untuk menumbuh-kembangkan kembali semangat untuk membangun dan mengembangkan nilai-bilai pendidikan yang diperlukan oleh bangsa ini. Oleh karena itu, hardiknas  selalu relevan untuk diperingati.

4. Mengingat semakin terdegradasinya moral dan karakter bangsa, bagaimana pandangan Bapak mengenai Pendidikan Nasional saat ini? Seperti apa gambaran pendidikan yang ideal ?

Sebenarnya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan sudah sedemikian tinggi. Hanya saja kesadaran itu baru sampai pada tingkat keberadaan pendidikan itu sendiri. Kesadaran itu belum sampai pada tingkat kualitatif. Bagi sebagian besar  masyarakat  yang terpenting adalah sudah mengikuti pendidikan, yaitu sudah masuk sekolah, sudah ikut proses belajar dan mengajar, sudah mengikuti ujian, lulus dan mendapatkan ijazah. 


Masyarakat belum  menyadari bahwa mestinya di balik keberadaan itu ada isi, dan isi itu ada kualitasnya. Ada namun tidak ada isinya itu, maka akan mirip  dengan ketidak-adanya. Lulus dan mendapatkan ijazah tetapi kemampuannya belum menggambarkan apa yang berada di balik ijazah yang diperolehnya itu. Itulah sebenarnya persoalan pendidikan kita, yaitu persoalan kualitas hasil yang diraih. Sedangkan moral dan karakter bangsa berada di balik kualitas itu,  dan bukan sebatas berada pada  adanya itu.

Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu mengantarkan bangsa ini meraih cita-citanya yang luhur, yaitu menjadi  bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Cita-cita itu juga secara lebih operasional dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu  beriman, bertaqwa, berakhlak mulia,  sehat,  berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 


Tentu pendidikan yang menghasilkan orang seperti digtambarkan itu adalah pendidikan yang berkualitas, baik terkait dengan guru, kepemimpinan dan managemennya, sarana dan prasarananya, lingkungan, dan lain-lain.

5. Bagaimana pandangan Bapak tentang Ujian Nasional tahun ini ?

Semua orang kiranya sudah tahu bahwa pelaksanaan ujian nasional pada tahun ini  menghadapi masalah sehingga banyak menuai kritik. Masalah itu  misalnya,  di beberapa provinsi pelaksanaannya   harus ditunda oleh karena soal ujian  belum siap, dan lain-lain. Namun semua itu sudah terjadi, maka  harus diterima apa adanya. Meributkan persoalan pelaksanaan ujian nasional, justru akan menambah persoalan baru yang sudah menjadi beban berat itu. 


Mungkin dalam pengelolaannya ada kesalahan managerial yang tentu harus dijadikan pelajaran penting, agar di masa depan, kesalahan itu tidak terulang kembali.           

6. Mengingat banyaknya desakan penghapusan Ujian Nasional, apakah tahun depan Ujian Nasional masih relevan untuk dilaksanakan ?

Betapapun ujian itu adalah sangat penting. Sebagai sebuah kegiatan, apalagi kegiatan menyangkut pendidikan, maka harus ada evaluasi. Ujian itu sebenarnya adalah bagian dari proses kegiatan itu sendiri. Kegiatan apa saja yang tidak dilakukan evaluasi maka hasilnya tidak akan maksimal.  Demikian pula Ujian Nasional itu. Oleh karena pendidikan adalah kegiatan nasional, maka tentu bisa dipahami , manakala evaluasi secara nasional masih perlu dilakukan. 


Hanya saja yang perlu dipikirkan adalah teknis spelaksanaannya. Misalnya, evaluasi itu didelegasikan kepada daerah atas mandat  dari pemerintah pusat. Misalnya,  beberapa sekolah yang dinilai unggul  diberi mandat menyelenggarakan ujian nasional yang  juga  sekolah-sekolah lainnya di daerah itu. Pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada sekolah unggul yang bersangkutan  dan mereka harus  bertanggung jawab kepada pemerintah provinsi dan pusat.

Cara seperti ini akan sekaligus melahirkan suasana kompetisi yang diperlukan bagi kemajuan bersama, pengakuan terhadap siapapun  yang berprestasi, pembagian tanggung jawab, dan lain-lain.  Sebutan ujian nasional tidak harus tatkala ujian itu dilaksanakan secara seragam untuk semua daerah. 


Kebijakan dan otoritasnya saja dimiliki oleh pemerintah pusat sedangkan teknis  pelaksanaannya bisa diserahkan kepada masing-masing wilayah dan daerah. Pemerintah pusat,  dengan begitu tidak harus disibukkan oleh hal-hal yang bersifat  teknis, seperti pelaksanaan ujian sebagaimana yang terjadi selama ini. 

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2013, semangat ber-Ki Hadjar Dewantara!

*Wawancara dipenuhi untuk menjalankan tugas sebagai buruh tinta di Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama dan Keagamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar