Pada
kenyataannya, musik Pop ala negeri asal Park Ji-Sung telah menginvasi pasar
musik Indonesia. Dan seperti biasa, kita latah dan mengamini penjajahan yang
tanpa senjata oleh mereka. Hasilnya: Boy Band dan Girl Band telah menjamur ke
segala penjuru tanah air; setiap hari bermunculan Grup ala Korea yang memperkenalkan
diri. Bermodal lihai berkoreografi; kualitas suara menjadi nomor yang
kesekiankali.
Di sisi
lain media juga kian gencar menjadi motor promosi. “Setiap memutar radio dan
televisi; sekarang musik-musik bernuansa Korea yang merajai, sekali-kali
berpihaklah kepada kami,” demikian Sruti Respati.
Tentu itu bukan wujud kecengengan Sang Biduan Campur Sari, justru sebenarnya Sruti sedang membangunkan kita semua, bahwa betapa pentingnya memelihara rasa bangga menjadi anak kandung Ibu Pertiwi: Indonesia Raya.
Tentu itu bukan wujud kecengengan Sang Biduan Campur Sari, justru sebenarnya Sruti sedang membangunkan kita semua, bahwa betapa pentingnya memelihara rasa bangga menjadi anak kandung Ibu Pertiwi: Indonesia Raya.
Berkiblat
kepada musik Korea memang bukan hal yang haram, juga bukan perbuatan melanggar
hukum. Boleh-boleh saja kalian mengidolakan Suju, sah-sah saja kalian
menggandrungi Gangnam Style. Akan tetapi jika kebebasan berekspresi dijadikan
pasal untuk melunturkan jatidiri; melupakan Lagu Campur Sari dan
mengesampingkan Tari Serimpi, itu sama saja dengan bunuh diri. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar