4 Jul 2012

Air Mata Balotelli

Suatu ketika, Mario Balotelli mengatakan: Aku akan memberikan hadiah terindah untuk engkau, Ayah. Kata-kata tersebut, kemudian membuat air mata pemain kelahiran Ghana itu jatuh, ketika ia ternyata gagal memenuhi janji itu kepada sang Ayah angkatnya: untuk membawa Italia juara Eropa. Kita tentu sama-sama telah menjadi saksi drama mengharukan iti. Ternyata, betapa meskipun dikenal sebagai Bad Boy, Mario telah menunjukkan bahwa ia sama seperti kita; berhak untuk menangis.

Sangat tidak mudah menjadi Balotelli di lapangan. Tindakan rasis bertubi-tubi dari pendukung lawan, di sisi lain merupakan penjajahan atas diri pribadi. Kita, tentu juga pasti akan melawan jika dipojokan tanpa alasan. Rasisme, tidak sepantasnya hidup di alam Demokrasi dan Hak Azasi. Tetapi, Balotelli terus berlari, melawan caci maki.

Tentu, kita juga masih ingat ketika ia membobol gawang Jerman untuk kedua kali. Reaksi Balotelli menjadi berbeda. Tidak seperti saat gol pertama, pada gol kedua, dilepaslah baju yang membungkus kulit legamnya. Sesaat kemudian, Balotelli memasang kuda-kuda. Tatapannya tajam, perkasa. Bahasa tubuhnya, seolah ingin berbicara: Balotelli sebagai manusia, pantas dihargai sebagaimana manusia lainnya, di dunia. 

“Gol itu untuk Anda, Ibu,” kata Balotelli berkaca-kaca, usai mencetak gol. Drama Balotelli, adalah drama dunia hari ini. Di dalam diri Si Bengal, tersimpan prestasi dan keluhuran budi. Prestasi dan keluhuran budi itu, dijadikan senjata untuk melawan tindakan rasis terhadap diri Balotelli. Italia boleh saja kalah; tetapi satu nama pemenang telah muncul: Mario Balotelli. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar