1 Nov 2015

Sarjana


Tahun ini adalah tahun yang membahagiakan sekaligus menyedihkan. Membahagiakan, karena Didi Junaedi, Aris Munandar, dan Muhammad Isnaeni Wahyudi berhasil meraih gelar sarjana di universitasnya masing-masing. Didi, menjadi Sarjana Komputer dari Universitas Pamulang Tangerang Selatan, Aris juga Sarjana Komputer dari STMIK YMI Tegal, sedangkan Yudi menjadi Sarjana Olahraga dari STKIP Muhammadiyah Kuningan.

Sementara itu, yang membuat sedih adalah ketika mendapati fakta bahwa Wiwit Bekti Setiyo terpaksa harus kembali melajang. Wiwit, meninggalkan, (atau ditinggalkan ya?) oleh pujaan hatinya. Dewi Fortuna, sepertinya belum berpihak pada Wiwit, untuk menyandang gelar Sarjana Cinta. Namun meski terus terpukul oleh undangan pernikahan mantan, Wiwit tetap setegar karang. Ah, tapi yang namanya cinta, bukankah deritanya tiada akhir, seperti kata Ti Pat Kai?

Kembali ke Didi, Aris, dan Yudi. Mereka, adalah pria-pria yang tangguh dalam memperjuangkan pendidikan, barangkali juga dalam memperjuangkan cinta. Sudah tidak jomblo lagi kan mereka? Semenjak di Jakarta, aku adalah saksi betapa seorang Didi, berjuang dengan penuh kemandirian demi pendidikan. Meski aktivitasnya padat di Kompleks Parlemen Senayan, dia tidak menyerah pada keadaan. Begitu juga Aris, sempat menjadi pimpinan di sebuah warnet ternama di Brebes, dia tidak terlena dengan guyuran gaji.

Aris berhasil menamatkan pendidikan, dan sekarang mejadi seorang guru di salah satu SMK di Jatibarang. Soal perjuangan, rasanya tidak perlu diragukan lagi pada diri seorang Yudi. Pria berkulit kurang cerah ini, memang bukan pahlawan, tetapi dia pantas untuk dijadikan teladan bagi siapa saja yang ingin belajar hidup dan berkehidupan. Aku tidak perlu menyebutkan sederet kisah heroik yang ditempuh kapten bola Persima Sindang itu.

Aku juga tidak perlu mengatakan bahwa, setelah pulang mengajar di salah satu SD di Jatibarang, Yudi kembali bekerja membuat hamburger ala Sindang dari siang sampai malam. Pada Subuh harinya, sebelum berangkat mengajar, dia harus bergegas berangkat ke Pasar Songgom untuk mensuplai hamburger yang telah dibuat. Heroik bukan?

Oke, ketiga sarjana itu, adalah sahabat kita. Mari melangitkan doa agar setelah ini, mereka bisa berkontribusi untuk menyelesaikan persoalan asap di Sumatera dan Kalimantan yang semakin memedihkan mata, dan perasaan. Semoga, mereka bisa menyadarkan anggota DPR yang sering ngantuk saat sidang, dan suka plesiran untuk bertemu Donald Trump.

Mereka, ketiga sarjana itu, kita harapkan tetap menjadi rakyat yang selalu bisa mengingatkan presidennya, tentunya, mengingatkan dengan cara-cara yang intelektual dan cerdas, bukan hanya sibuk memaki dan membully.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar