“Bahwa
sesungguhnya kemerdekaaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus segera di hapuskan, karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan peri keadilan.” Rasanya kalimat pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 ini masih jauh dari kenyataan. Buktinya,
sedang ramai dibicarakan; pembunuhan orang-orang di Mesuji, Lampung sungguh
sangatlah keji dan tentu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Berawal dari sengketa tanah antara rakyat pribumi dan perusahaan perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia kemudian berujung pembantaian. Pembantaian yang ironisnya dilakukan oleh; Pamswakarsa dan beberapa aparatur Negara. Orang-orang pribumi yang seharusnya menjadi saudara, tetapi dengan sadar dijadikan pion-pion perusahaan, pion-pion pembasmi kaum tertindas yang mempertahankan hak hidupnya ditanah yang hendak direnggut oleh pemodal.
Berawal dari sengketa tanah antara rakyat pribumi dan perusahaan perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia kemudian berujung pembantaian. Pembantaian yang ironisnya dilakukan oleh; Pamswakarsa dan beberapa aparatur Negara. Orang-orang pribumi yang seharusnya menjadi saudara, tetapi dengan sadar dijadikan pion-pion perusahaan, pion-pion pembasmi kaum tertindas yang mempertahankan hak hidupnya ditanah yang hendak direnggut oleh pemodal.
Pemodal
yang jauh hari oleh Karl Marx disebut kaum kapitalis-borjuis. Mengapa rakyat
Mesuji berontak, tentunya ada kebijakan yang merugikan dan tidak berpihak
kepada mereka. “Kebengisan pembantaian di Mesuji menjadi bukti hilangnya rasa
kemanusiaan karena dominasi kepentingan pemodal,” kata Laode Ida menunjukkan
kegeramannya.
Tentu
kegeraman bukan hanya milik Laode Ida, ini masalah bangsa, ketika hak-hak
rakyat dalam berbangsa dan bernegara ditindas oleh kepentingan pemodal, maka
sama saja ini adalah penjajahan, tentu ini jauh dari arti kemerdekaan. Negara
yang dalam hal ini adalah Pemerintah; tidak boleh menutup mata dan menutup
telinga terhadap cita-cita Revolusi. Cita-cita dimana Amanat Penderitaan Rakyat
adalah alamatnya.
Revolusi yang kata Soekarno adalah Revolusi dijalan Kiri, Revolusi yang antikapitalisme, Revolusi yang antiimperialisme. Negara harus segera hadir di Mesuji, Negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang. Benar memang ini bukan soal yang bisa diselesaikan semalam, tetapi jika Negara sungguh-sunguh ingin melindungi rakyatnya yang tertindas dan terjajah, tidak ada soal yang tidak bisa diselesaikan.
Revolusi yang kata Soekarno adalah Revolusi dijalan Kiri, Revolusi yang antikapitalisme, Revolusi yang antiimperialisme. Negara harus segera hadir di Mesuji, Negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang. Benar memang ini bukan soal yang bisa diselesaikan semalam, tetapi jika Negara sungguh-sunguh ingin melindungi rakyatnya yang tertindas dan terjajah, tidak ada soal yang tidak bisa diselesaikan.
Jika di dalam sistem yang carut marut masih saja penyelesaian hanya pada tataran wacana dan janji dalam teori, maka jangan salahkan jika preman yang berkuasa, dan jangan salahkan jika pada akhirnya rakyat merasa tanpa Negara. Dan jika rakyat sudah merasa tanpa Negara, maka Romo Mangunwijaya akan berkata; ini adalah anarki. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar