2 Jun 2016

Pancasila dan Tangis Megawati


Penetapan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila oleh pemerintah di bawah komando Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan angin segar untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana tidak, sejak Orde Baru bertahta, proses bersalin philosophischegrondslag negara kita itu dikaburkan melalui penataran, indoktrinasi, yang pada intinya menjauhkan Pancasila dari ibu kandung penggalinya, Soekarno.

Sejarawan Asvi Warman Adam mengungkapkan, jasa Soekarno sebagai penggali Pancasila direduksi dengan menciptakan narasi sejarah baru: bahwa Yamin dan Soepomo lebih dulu berpidato dari Soekarno pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sehingga, Pancasila merupakan karya seluruh bangsa.

Narasi tersebut, lalu diajarkan melalui buku-buku pelajaran di sekolah. Tidak puas sampai di situ, Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) melarang peringatan Hari Lahir Pancasila, mulai 1 Juni 1970. Asvi mejabarkan, meski upaya pengaburan itu ditolak Tim Lima yang beranggotakan Mohammad Hata, Ahmad Subardjo, AA Maramis, Sunario, dan AG Pringgodagdo, Orde Baru tidak menggubris.

Istilah Pancasila melebar sampai ada kesaktian Pancasila, sepak bola Pancasila, dan sebagainya. Pancasila dibonsai menjadi sekian butir sifat yang harus dihafal, bahkan mejadi alat pemukul bagi pihak-pihak yang dicap tidak Pancasilais. Pengajar jurnalisme di Yogyakarta, Ashadi Siregar menyebut pengagungan Pancasila atas dasar kesaktiannya, merupakan pembodohan rakyat.

Ashadi memandang, kehikmatan beraroma mistis di Lubang Buaya setiap 1 Oktober, justru menjauhkan masyarakat dari penghayatan rasional kehidupan bernegara. Menurut Ashadi, kehidupan bernegara dengan basis keyakinan mistis, merupakan bencana bagi suatu negara bangsa modern. Karena itu, rekayasa intelektual yang dulu dimotori Nugroho Notosusanto, perlu dibongkar. 

Megawati Menangis 

Langkah Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden untuk menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila sendiri mendapat banyak apresiasi. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekanoputri bahkan merasa terharu dengan penetapan ini. Megawati, terisak saat memberikan pidato peringatan di Gedung Merdeka, Bandung, Rabu (1/5). Isak Megawati, tentu bukan sekadar karena dia anak kandung biologis sekaligus ideologis Soekarno.

Tangis Megawati merupakan isak kita semua yang masih memiliki kesadaran historis. Pengingkaran peran Soekarno dalam membidani lahirnya Pancasila, merupakan tindakan ahistoris dan bukan sikap bangsa besar. Pancasila, sejak awal rumusan hingga ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari Soekarno pada posisinya dalam menuju dan menjadi merdeka.

Saat ini, adalah momentum tepat untuk penemuan kembali Pancasila, sebagai pondasi bangunan gedung Indonesia merdeka. Kita harus insyaf, meninggalkan mistifikasi, dan mulai merasionalisasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara nyata dan aktual. Kelima butir yang tertuang dalam Pancasila, mesti diterapkan tanpa kemunafikan, mengaku Pancasilais, tetapi memunggungi Pancasila. 

Presiden, kami ucapkan terima kasih. Selamat merayakan Pancasila, semangat bergotong royong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar