24 Jun 2016

Kami Peduli


Kami Peduli membagikan nasi bungkus, Jumat (11/8).
Gerakan Kami Peduli yang digagas Wawan Hoed dan Ary Budi telah berjalan selama tiga bulan. Gerakan ini beraktivitas setiap Jumat pagi, dengan membagikan nasi bungkus kepada kaum papa seperti abang becak, pengangkut sampah, dan masyarakat lain yang membutuhkan. 

Selain kedua penggagas, Kami Peduli dimotori oleh orang-orang dari beragam latar belakang, mulai dari wartawan, pegawai negeri sipil, aktivis, pengajar, karyawan, hingga anggota komunitas Jip. 

Mereka dipersatukan pada satu misi yang senafas: berbagi kepada sesama. "Tujuan kami adalah meluangkan waktu untuk berbagi kepada sesama," kata Ary Budi, pada sebuah kesempatan. Sumber dana Kami Peduli, berasal dari para donatur. Di bulan Ramadan ini, kegiatan dikemas dengan memberikan santunan dan buka puasa bersama yatim piatu dari sejumlah panti asuhan.

Jumat pertama, dilaksanakan di Panti Asuhan Santoaji, Kelurahan Slerok, Kota Tegal. Kedua, di Panti Putra Muhammadiyah, Desa Lemahduwur, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Yang ketiga, rencananya di Panti Asuhan Putra Muslimat, Kauman, Kabupaten Brebes, Jumat (24/6) ini.

Gerakan Sosial atau Politis?

Pengurus Panti Putra Muhammadiyah Lemahduwur Turohman dalam sesi penyambutannya menyampaikan, dalam melakukan suatu kebaikan, akan banyak tantangan. Itu, seperti dirasakan Kami Peduli di awal kelahirannya. Berondongan pertanyaan-pertanyaan dari pihak luar tidak terelakkan: apakah ini murni gerakan sosial atau politis?

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul seiring Pemilihan Kepala Daerah di Kota Tegal yang semakin dekat. Gerakan ini dikhawatirkan menjadi kendaraan salah satu orang yang berniat nyalon untuk memperkenalkan diri. Wawan Hoed kemudian menegaskan, Kami Peduli murni gerakan sosial dan nonpartisan.

Politisi dari partai manapun berhak menjadi donatur. Mereka juga dipersilakan mengikuti kegiatan, asal tidak membawa bendera partainya. Titik tuju ke Kabupaten Tegal dan Brebes menjadi jawaban, bahwa gerakan ini berjalan pada lajur trek gerakan sosial. "Target kami bisa merata ke empat daerah, termasuk Pemalang," ujar Wawan suatu ketika. 

Memanusiakan Manusia 

Banyak pelajaran yang bisa didapatkan ketika mengikuti gerakan ini. Aku sendiri merasakan getar kemanusiaan yang mendalam saat membagikan nasi bungkus. Getar-getar itu menggugah kesyukuran bahwa ada orang lain yang lebih membutuhkan, dan kita masih lebih memiliki kemampuan untuk mengulurkan tangan.

Lagipula, sudah seringkali diimbaukan bahwa sebagian rezeki yang kita punya, sebagian adalah hak mereka, orang-orang malang yang kurang beruntung. Di sisi lain, Kami Peduli menjadi semacam rumah untuk para penggeraknya, yang merasa memiliki masa lalu kelam dan ingin menebus “dosa-dosanya” itu, dengan melakukan kebaikan, meski sekecil ini.

Sebagai rumah, Kami Peduli lantas tidak bisa disebut sebagai tempat pelarian. Gerakan ini mejadi simbol berprosesnya kesadaran sosial, untuk memanusiakan manusia dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, sebagaimana yang tertuang pada sila kelima Pancasila. Jadi kalau bukan sekarang untuk menjadi Pancasilais, kapan lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar