8 Jun 2013

Merah Putih


Tidak seperti biasanya, sebelas pemain Garuda bermain di atas rumput Gelora Bung Karno mengenakan kaos tandang putih hijau -kecuali penjaga gawang. Semalam, sebagai tuan rumah, mereka ‘dipaksa’ menanggalkan seragam kebesarannya: merah putih. Sedangkan sebagai tamu: Belanda justru yang memakai seragam kandangnya: oranye. Belanda, memang peringkat FIFA-nya jauh diatas Indonesia, pamor mereka juga lebih mentereng ketimbang Tim Garuda.

Akan tetapi, itu tidak lantas menjadi alasan mereka harus diistimewakan -demi segelintir kepentingan. Sampai-sampai bisa melucuti seragam kebesaran tuan rumah. Ditambah dengan ketidakhadiran mereka dalam jumpa pers sebelum pertandingan; bukankah itu menunjukan mereka jauh dari itikad menghormati Indonesia sebagai tuan rumah? Atau barangkali mereka menganggap dirinya lebih superior? Sehingga berhak untuk melakukan sesuatu atas kehendaknya sendiri?

Seorang teman, sambil terkekeh menanggapi: “Negara tidak hanya selebar kaos Timnas.” Benar teman, mungkin bagi kamu: peristiwa semalam adalah hal kecil, sepele atau bahkan tidak penting. Tetapi tidak bagi aku; seseorang yang tidak ingin melihat bangsa dan negaranya direndahkan oleh bangsa dan negara lain, seseorang yang ingin melihat bangsa dan negaranya berdiri sejajar dengan bangsa dan negara lain.

Aku telah bisa maklum dengan tanggapan itu, karena memang rasanya generasi ini dididik oleh 'guru asing' untuk menyepelekan hal-hal yang sebenarnya sangat prinsip. Kita dipaksa untuk terbuai dan apriori terhadap hal-hal yang sifatnya sebenarnya fundamental -meskipun kecil-kecilan, sehingga mengikis dan melunturkan rasa nasionalisme dan patriotisme.

Aku jadi ingat pada Veteran ketika mengikuti upacara Hari Kemerdekaan. Veteran tetap terjaga dengan tubuh tegar, tegap, dan khidmat sampai prosesi upacara selesai. Mereka seolah berat meninggalkan lapangan. Sementara mereka yang lebih muda, generasi yang tidak sempat melihat keringat, air mata dan darah muncrat dari tubuh para pahlawan saat perang kemerdekaan; justru gugup membubarkan diri, kibaran merah putih tidak cukup menarik perhatian mereka.

Bagi Veteran: upacara bukanlah peristiwa sepele, seremonial kering belaka, lebih dari itu ia memiliki filosofi, momentum sarat makna. Maka mereka menyikapi upacara sedemikian rupa; adalah sebagi ungkapan syukur atas limpahan rahmat kehadirat Allah SWT, rasa hormat dan terima kasih kepada para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Tugas kita sebagai generasi yang tidak ikut melihat dan merasakan jaman dar-der-dornya perang kemerdekaan; adalah mempertahankan hak-hak dan kehormatan yang telah diperjuangkan para syuhada-syuhada bangsa, termasuk dalam memperjuangkan hak berseragam merah putih -yang memiliki arti filosofi dan sarat makna- sebagai seragam kandang kebesaran Timnas Indonesia sebagai tuan rumah. Kata orang bijak: Selemah-lemahnya nasionalisme adalah dimulai dari meja makan.

Mungkin ini berlebihan. Tetapi yakinlah, aku tetap bukan seorang chauvinistis. Aku hanyalah seorang nasionalis yang di dalam dadanya mempunyai rasa cinta begitu besar terhadap bangsa dan negaranya. Dan pada akhirnya aku setuju teman; kita memang mungkin mempunyai cara yang berbeda dalam mengungkapkan rasa cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar